ASAL USUL NAMA DESA SUNGAI PINANG
Kondisi ini tidak terlepas dari sejarah masa
kejayaannya. Yaitu di era Pemerintahan Marga Pegagan Ilir Suku II yang berpusat
di Sungai Pinang, dengan H. Abdul Chalik sebagai pasirahnya.
Pasirah H. Abdul Chalik yang lebih dikenal dengan
nama Pangeran Liting memerintah dalam kurun waktu hampir empat dasa warsa,
yaitu 36 tahun. Ia sosok pemimpin yang karena kejujuran dan kebijaksanaannya
sangat dicintai oleh rakyat. Pemerintahan Marga Ilir Suku II diresmikan oleh
Pemerintah Belanda berdasarkan kitab oendang-oendang Simboer Tjahaya, yang
diberlakukan oleh Resident Palembang tanggal 14 Januari 1928.
Nama Sungai Pinang sendiri berasal dari kata
Batangari Pinang, yaitu salah satu anak Sungai Ogan. Anak sungai ini melintasi
desa yang tadinya belum diberi nama tersebut. Batangari dalam bahasa Suku Ogan
berarti sungai. Di muara batangari yang melintasi desa (Sungai Pinang,
sekarang) terdapat (tanaman) pohon pinang. Adalah Poyang Wadin yang menanam
pohon pinang itu, sebagai penanda jalan pintas menuju ke Desa Kandis – yang
sekarang masuk Kecamatan Rantau Alai.
Batangari Pinang sendiri akhirnya bermuara
kembali di Sungai Ogan. Artinya anak sungai ini bermuara dan berkuala di sungai
yang sama (Sungai Ogan). Oleh sebab itulah, Desa Sungai Pinang bak sebuah pulau
yang dikelilingi sungai. Pada masa keemasan Sungai Pinang, muara Batangari
Pinang sangat ramai dilalui perahu dan rakit. Malah di daerah muaranya pernah
terdapat pasar. Situasi berubah setelah jalan darat dibangun. Karena lalu lintas
sungai sepi, akhirnya pasar muara itu pun tidak ada lagi.
Beberapa desa yang dilalui Batangari Pinang
antara lain ; Lebak Gemuruh, Lebak Kayu Kelat, Lebak Lagam, Lebak Matang
Kandis, Lebak Lebung Gabus.
Berdirinya Desa Sungai Pinang diawali dengan ditugaskannya
Poyang Wadin ke sana oleh Pemerintah Belanda, yang berkedudukan di Palembang.
Poyang Wadin diserahi tugas memungut Blaasting (pajak/retribusi) bagi
perahu/kapal/rakit yang melintasi Batangari Pinang. Sejenis toll, pada masa
sekarang. Sebagian hasil pajak itu dipergunakan untuk pemeliharaan sungai. Jadi
tidak usah heran jika Batangari Pinang saat ini sangat terawat. Tiap tahun
dilakukan pengerukan agar sungai tidak mendangkal.
Tidak diketahui persis awalnya, lama kelamaan
orang menyebut desa yang berada di muara Batangari Pinang itu sebagai Desa
Sungai Pinang. Zaman berganti. Seiring dengan dibangunnya jalan darat,
perkembangan situasi desa pun berubah. Penduduk yang semula seakan saling
berlomba mambangun rumah di tepi Batangari Pinang, kini bergeser ke arah darat
(dekat jalan raya).
Karena human relations –nya baik, Poyang Wadin
diterima baik oleh masyarakat setempat. Ia menjadi tokoh yang disegani. Pada
saat berdiri Pemerintahan Marga Pegagan Iir Suku II, cucunya yang bernama H.
Abdul Chalik (Pangeran Liting) diangkat jadi Pasirah. Tentu saja ia dipilih
secara demokratis oleh rakyat semarga itu. Dengan masa pemerintahannya selama
36 tahun, ia termasuk salah satu pasirah paling lama berkuasa. Setelah Pangeran
Liting melepaskan jabatan, pemerintahannya dilanjutkan oleh putra pertamanya H.
Malian.
Catatan : Poyang = Orang tua buyut/sebelum buyut
(berasal dari kata nenek moyang/leluhur).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar