TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH MUSIMAN DI DESA SUNGAI
PINANG LAGATI KECAMATAN SUNGAI PINANG
KABUPATEN OGAN ILIR
Indah Maharani1,
Yunindyawati2, Rudy Kurniawan2
¹Mahasiswa S1
Sosiologi FISIP Universitas Sriwijaya
²Dosen Sosiologi
FISIP Universitas Sriwijaya
Jl.
Palembang-Prabumulih KM. 32 Indralaya (OI) Sumatera Selatan
E-mail: indahmaha03@gmail.com
Ringkasan
Buruh musiman di Desa Sungai Pinang
Lagati yang bekerja di perkebunan tebu PTPN VII Cinta Manis mendapatkan upah
yang dibayar mingguan. Upah yang diperoleh tersebut tidak mampu mencukupi
kebutuhan keluarga yang terus meningkat. Tujuan penelitian ini untuk
mengidentifikasi tingkat kesejahteraan buruh musiman yang diukur berdasarkan
indikator BPS tahun 2016. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh antara
pendapatan, pengeluaran, pendidikan, kesehatan, kondisi perumahan, pemanfaatan
teknologi dan informasi serta indikator sosial lainnya terhadap tingkat
kesejahteraan buruh musiman. Metode yang digunakan yaitu kuantitatif
eksplanatif. Populasi dalam penelitian adalah seluruh buruh musiman di Desa
Sungai Pinang Lagati yang bekerja di perkebunan tebu PTPN VII Cinta Manis yang
berjumlah 35 orang. Sampel penelitian adalah 35 orang. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah total
sampling. Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas yang meliputi
tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan,
kondisi perumahan, pemanfaatan teknologi dan informasi serta indikator sosial
lainnya, variabel terikatnya yaitu kesejahteraan buruh musiman. Analisis data
menggunakan persentase dan skoring serta analisis regresi logistik berganda. Dari
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
kesejahteraan buruh musiman di Desa
Sungai Pinang Lagati 68.57% adalah sangat rendah, serta terdapat pengaruh yang
positif dan signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan nilai probabilitas
signifikasi tertinggi yaitu 0,010 pada variabel X7 (indikator sosial
lainnya), sedangkan nilai probabilitas signifikansi terendah adalah 0,023 pada variabel X5
(perumahan).
Kata
Kunci: Kesejahteraan, Buruh Musiman, Badan Pusat Statistik (BPS).
Summary
The
seasonal labour in Sungai Pinang Lagati , who work for sugar cane PTPN VII Cinta
Manis plantation were getting paid
weekly. The wages payment is not enough to sufficient the needs of their family
which increased gradually every time. The purpose of this study was to identify
the seasonal level of welfare of workers as measured by the 2016 BPS indicators.
Also was to determine the influence between income, cost, education, health
degree, living condition, tecnology and informatical usage, and the other of sosial
indicator on welfare levels seasonal labour. The methods of this research
is quantitative explaination. The
population of this research is all of seasonal labor in Sungai Pinang
Lagati who was working in PTPN VII
Cinta Manis plantation that amounts
to 35 people. Sample of this research is 35 people. The technic of sampling were taken
as total sampling. The variable of this research consisting of independent
variable include; income and cost level, education, health degree, living
condition, technology and informatical usage, also the other social indicator,
the dependent variable is about seasonal labour welfare. Analysis of data,
using percentage and scoring, followed by multiple linear regression analysis. From
the results of this study it can be concluded that the welfare of seasonal
workers in Sungai Pinang Lagati is 68.57%
in verry lowwer level, and there is a positive and significant influence
between independent variables and dependent variable with the highest signification
probability value is 0,010 in variable X7 (other social indicators),
while the lowest probability value of significance is 0.023 on variable X5
(housing).
Keywords: Welfare, Seasonal
Labour, Central Statistic Agency (BPS)
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang
memiliki cita-cita mulia dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya seperti yang
terkandung dan menjadi amanat dalam UUD 1945 yaitu “... dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia...” dengan demikian negara
memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Walaupun dalam prakteknya
negara belum bisa sepenuhnya mewujudkan amanat tersebut terutama terkait
permasalahan yang dihadapi kaum pekerja/buruh seperti kesejahteraan buruh.
Kesejahteraan dapat dikatakan
sebagai suatu kondisi ketika seluruh kebutuhan manusia terpenuhi. Terpenuhinya
kebutuhan hidup manusia mulai dari kebutuhan yang bersifat paling dasar seperti
makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui dalam kehidupan
masyarakat. kesejahteraan menurut Nasikun (2007) dapat dirumuskan sebagai
padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empat
indikator yaitu: (1) rasa aman (security),
(2) kesejahteraan (welfare), (3)
kebebasan (freedom), dan (4) jati
diri (identity). Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, kesejahteraan
pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat
jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang
secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja
dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Undang-Undang
tentang Kesejahteraan Sosial tahun
2008 pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa, “Kesejahteraan
sosial adalah kondisi terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual, dan
sosial warga negara agar dapat hidup layak dan
mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya”.
Ekonom Italia, Vilvredo Pareto,
telah menspesifikasikan suatu kondisi atau syarat terciptanya alokasi
sumberdaya secara efisien atau optimal, yang kemudian terkenal dengan istilah
syarat atau kondisi Pareto (Pareto
Condition). Kondisi Pareto adalah suatu alokasi barang sedemikian rupa,
sehingga bila dibandingkan dengan alokasi lainnya, alokasi tersebut takkan
merugikan pihak manapun dan salah satu pihak pasti diuntungkan. Atas kondisi
Pareto juga didefinisikan sebagai suatu situasi dimana sebagian atau semua
pihak/individu takkan mungkin lagi diuntungkan oleh pertukaran sukarela.
berdasarkan
kondisi pareto inilah
Teori kesejahteraan secara umum
dapat diklasifikasi menjadi tiga macam, yakni classical utilitarian, neoclassical welfare theory dan new
contractarian approach (Albert dan Hahnel, dalam Sugiarto 2007):
a.
Pendekatan classical utilitarian menekankan bahwa kesenangan atau kepuasan
seseorang dapat diukur dan bertambah. Prinsip bagi individu adalah meningkatkan
sebanyak mungkin tingkat kesejahteraannya, sedangkan bagi masyarakat
peningkatan kesejahteraan kelompoknya merupakan prinsip yang dipegang dalam
kehidupannya.
b.
Pendekatan neoclassical welfare theory menjelaskan bahwa fungsi kesejahteraan
merupakan fungsi dari semua kepuasan individu.
Pendekatan
new contractarian approach yang
mengangkat adanya kebebasan maksimum dalam hidup individu atau seseorang. Hal
yang paling ditekankan dalam pendekatan new
contractarian approach ini adalah individu akan memaksimalkan kebebasannya
untuk mengejar konsep mereka tentang barang dan jasa tanpa adanya campur
tangan.
Untuk memantau tingkat kesejahteraan
masyarakat dalam satu periode tertentu, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Susenas bertujuan memperoleh
informasi berupa kondisi ekonomi masyarakat sebagai dasar untuk memperoleh
indikator kesejahteraan. Pada tahun 2016, terdapat tujuh indikator
kesejahteraan yang diperoleh dari informasi Susenas. Tujuh indikator kesejahteraan
menurut Badan Pusat Statistik tahun 2016 tersebut adalah sebagai berikut:
Tingkat pendapatan, dapat dilihat
dari jumlah pendapatan dari pekerjaan utama, jumlah pendapatan dari pekerjaan
sampingan, jumlah pendapatan anggota keluarga lainnya.
Tingkat pengeluaran, dapat dilihat
dari pengeluaran rutin keluarga sehari-hari dan pengeluaran rutin keluarga
perbulan.
Tingkat
pendidikan, dapat dilihat dari pendidikan pra sekolah, pendidikan tertinggi
yang ditamatkan, jalur pendidikan yang ditempuh (formal atau informal),
kemampuan membaca dan menulis latin.
Tingkat
kesehatan, dapat dilihat dari anggota keluarga menderita sakit selama sebulan
terakhir, anggota keluarga berobat ke praktek dokter/bidan, puskesmas, atau
rumah sakit terdekat, serta kepemilikan jaminan kesehatan.
Perumahan,
dilihat dari status kepemilikan bangunan, luas lantai bangunan, jenis atap
bangunan, jenis dinding bangunan, kepemilikan fasilitas tempat tinggal, MCK,
akses air minum layak dan bersih.
Pemanfaatan teknologi dan informasi,
dapat dilihat dari anggota keluarga memiliki/menguasai telepon seluler/handphone, dapat menggunakan komputer
dan mengakses internet.
Lain-lain,
meliputi anggota keluarga mampu melakukan perjalanan/bepergian, keluarga miskin
mendapat bantuan sosial beras murah/raskin, anak mendapat Bantuan Siswa Miskin
(BSM), anggota keluarga memiliki Kartu Perlindungan Sosial (KPS)/Kartu Keluarga
Sejahtera (KKS).
Desa Sungai Pinang Lagati merupakan
salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir.
Di kabupaten Ogan Ilir ini terdapat sebuah perusahaan perkebunan tebu yang
terletak di daerah Cinta Manis yakni PT Perkebunan Nusantara VII. Perusahaan
ini aktif memproduksi gula untuk memenuhi permintaan pasar. PT Perkebunan
Nusantara VII Cinta Manis membuka peluang besar bagi masyarakat disekitar
wilayah Ogan Ilir khususnya pada saat musim tebang tebu. Tenaga kerja buruh
banyak diserap dari berbagai daerah termasuk dari Desa Sungai Pinang Lagati.
Dari jumlah keseluruhan penduduk yaitu 1.999 jiwa (dalam buku monografi desa
Sungai Pinang Lagati, 2017), mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai
petani padi sawah lebak yaitu sebanyak 978 jiwa, sisanya bekerja sebagai buruh
tani, peternak, pedagang, tukang cukur, buruh bangunan, sopir, tukang ojek, dan
sebanyak 856 jiwa penduduk di desa ini tidak bekerja/pengangguran.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka
peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa
Sungai Pinang Lagati Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir yang bekerja
di PTPN VII unit Cinta Manis dengan menggunakan alat ukur dari Badan Pusat
Statistik tahun 2016.
METODE
Format penelitian yang digunakan
yaitu penelitian eksplanasi dengan menggunakan metode kuantitatif. Penelitian
eksplanasi ini dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan hubungan,
perbedaan atau pengaruh satu variabel dengan variabel yang lainnya (Bungin,
2010:38). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif, berupa data-data kuantitatif atau berbentuk angka. Dalam penelitian
ini digunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Penelitian ini dilakukan
di Desa Sungai Pinang Lagati Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir.
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati yaitu berjumlah 35 orang.
Kemudian untuk menentukan sampel penelitian digunakan teknik sampling yaitu total sampling (sampe jenuh). Total sampling adalah teknik pengambilan
sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2010). Alasan
mengambil total sampling karena
menurut Sugiyono (2010) jumlah populasi yang kurang dari 100, maka seluruh
populasi dijadikan sampel penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Pembahasan mengenai karakteristik
responden ini meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, jumlah tanggungan, dan
pekerjaaan tetap. Karakteristik responden dianalisa dengan menggunakan frequency analysis yang diolah
menggunakan software SPSS 16. Berikut ini adalah hasil analisa data
karakteristik responden berdasarkan kategori usia, jenis kelamin, pendidikan,
jumlah tanggungan, dan pekerjaaan tetap.
Tabel.1. Karakteristik Responden
No.
|
Karakteristik
Responden
|
F
|
(%)
|
|
1.
|
Usia
|
25 sd 34
|
4
|
11.4
|
35
sd 44
|
13
|
37.1
|
||
45 sd 54
|
15
|
42.9
|
||
55 sd 64
|
3
|
8.6
|
||
|
|
|
|
|
2.
|
Jenis
Kelamin
|
Laki-laki
|
16
|
45.7
|
Perempuan
|
19
|
54.3
|
||
|
|
|
|
|
3.
|
Pendidikan
|
Tidak Tamat SD
|
9
|
25.7
|
Tamat SD
|
26
|
74.3
|
||
|
|
|
|
|
4.
|
Jumlah
Tanggungan
|
< 2
|
1
|
2.9
|
2 s/d 4
|
24
|
68.6
|
||
4 s/d 6
|
10
|
28.6
|
||
|
|
|
|
|
5.
|
Pekerjaan
Tetap
|
Pengangguran
|
5
|
14.3
|
Pekebun
|
2
|
5.7
|
||
Petani
|
27
|
77.1
|
||
Pedagang
|
1
|
2.9
|
Distribusi Kesejahteraan Buruh Musiman
Berdasarkan data yang diperoleh dari
hasil penyebaran kuesioner kepada responden, maka diperoleh distribusi
kesejahteraan buruh musiman yang telah dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah
sebagai berikut.
Tabel.2. Distribusi Kesejahteraan
Buruh Musiman
Kriteria
|
Skor
|
F
|
(%)
|
Sangat
|
0 – 115
|
24
|
68,57
|
Rendah
|
116 – 229
|
11
|
31,43
|
Sedang
|
230 – 343
|
-
|
-
|
Tinggi
|
344 – 457
|
-
|
-
|
Sangat Tinggi
|
458 – 570
|
-
|
-
|
Total
|
|
35
|
100
|
Sumber: Data primer yang diolah oleh SPSS
16
Hasil analisis
data pada tabel diatas menunjukkan bahwa buruh musiman di Desa Sungai Pinang
Lagati sebanyak 24 orang memiliki tingkat kesejahteraan sangat rendah, dan 11
orang lainnya memiliki kesejahetaraan rendah. Hal ini diperoleh melalui pengukuran
dari 7 indikator yang disajikan BPS untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu
keluarga. Dalam penelitian ini yang diukur tingkat kesejahteraannya bukan hanya
seorang individu buruh musiman, akan tetapi buruh beserta keluarganya, sehingga
diperoleh data berupa hasil pengukuran tingkat kesejahteraan keluarga buruh
musiman di Desa Sungai Pinang Lagati seperti dalam tabel diatas. Pengkategorian
kesejahteraan buruh yang termasuk dalam kriteria rendah dan sedang tersebut
disebabkan karena para buruh yang mayoritas adalah petani dengan pendapatannya
tidak menentu pertahunnya dan mereka memiliki pengeluaran rutin yang tidak
dapat dihindari dalam tiap bulan dan
setiap harinya maka mereka memilih untuk bekerja sebagai buruh musiman untuk
meningkatkan kesejahteraan keluarganya dengan cara menambah pendapatan dari
pekerjaan sampingannya, mereka bekerja sebagai buruh demi untuk bertahan untuk
hidup, untuk memenuhi kebutuhan pangan agar dapat menyambung hidup. Kemudian,
kesejahteraan tersebut tidak hanya dilihat dari indikator pendapatan namun juga
dilihat dari tingkat pengeluaran, pendidikan, kesehatan, kondisi perumahan,
pemanfaatan teknologi dan informasi serta indikator sosial lainnya.
Pengujian Hipotesis Pertama
Dari
hasil analisa data yang telah dilakukan melalui program SPSS 16, maka untuk
menentukan penerimaan ataupun penolakan terhadap hipotesis diatas dapat dilihat
pada hasil uji one sample t-test
sebagai berikut:
Tabel.3. Hasil Uji Hipotesis One Sample t-test
Kategori
|
Nilai
|
Sangat Rendah
|
0 –
115
|
Rendah
|
116 –
229
|
Sedang
|
230 –
343
|
Tinggi
|
344 –
457
|
Sangat Tinggi
|
458 –
570
|
|
|
T hitung
T tabel
Signifikansi
|
17,333
2,03452
0,000
|
Sumber: Data primer yang diolah
SPSS 16
Dari data diatas dapat dilihat bahwa
nilai Thitung sebesar 17,333 dan Ttabel 2,03452 dengan
taraf signifikansi 0,000 yang artinya nilai Thitung ≥ Ttabel
dan taraf signifikansi ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0
ditolak dan H1 diterima. Dimana H1 menyatakan bahwa
tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati adalah rendah,
hal ini sesuai hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan buruh
musiman di Desa Sungai Pinang Lagati termasuk dalam kategori sangat rendah
dengan persentase sebesar 68.57% berdasarkan penghitungan dari 7 indikator
kesejahteraan dari BPS yang telah dianalisis menggunakan software SPSS 16. Selain itu, hasil penelitian ini juga relevan
dengan yang dilakukan Kanah (2015) dan Danhartani (2012) yang menyatakan bahwa
tingkat kesejahteraan buruh adalah rendah yang disebabkan oleh berbagai indikator
terutama seperti yang telah dirangkum oleh BPS 2016.
Pengujian
Hipotesis Kedua
Hipotesis yang ke-dua dalam
penelitian ini ialah adanya pengaruh antara variabel bebas (pendapatan,
pengeluaran, pendidikan, kesehatan, perumahan, pemanfaatan teknologi dan
informasi, serta indikator sosial lainnya) terhadap variabel respon yaitu
tingkat kesejahteraan. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui
kecenderungan pengaruh antara variabel bebas dan variabel respon tersebut ialah
analisis regresi logistik berganda dengan menggunakan software SPSS 16. Berikut adalah hasil analisis regresi
logistik berganda yang menggambarkan kecenderungan pengaruh antarvariabel
tersebut.
Hasil Analisis Regresi Logistik Berganda
Analisis regresi logistik berganda
digunakan untuk mengetahui kecenderungan pengaruh antara lebih dari satu
variabel bebas terhadap variabel respon baik secara parsial maupun secara
simultan. Metode analisis regresi logistik merupakan suatu model persamaan yang
digunakan untuk menganalisis data baik kontinyu maupun kategorik, dengan variabel
respon berbentuk biner atau dua kategori dan variabel bebasnya bersifat kontinyu
atau kategorik (Kuswantoro, 2012). Variabel respon yang digunakan dalam analisis
regresi logistik biner merupakan variabel 0 dan 1 yang merupakan variabel yang
mengikuti distribusi bernoulli. Berikut adalah hasil analisis regresi logistik
berganda dengan menggunakan software
SPSS 16 yang bertujuan untuk mengetahui kecenderungan pengaruh antara
pendapatan, pengeluaran, pendidikan, kesehatan, perumahan, pemanfaatan
teknologi dan informasi serta indikator sosial lainnya terhadap tingkat
kesejahteraan buruh musiman.
Langkah pertama yang akan dilakukan
sebelum masuk ke uji regresi logistik berganda yaitu melakukan seleksi kandidat
untuk mengetahui intervensi variabel independen mana saja yang layak masuk
model uji multivariate. Dimana yang layak adalah yang memiliki tingkat
signifikansi (sig.) atau p value <
0,25 dengan metode “enter” dalam regresi logistik sederhana, yaitu dengan
melakukan satu per satu regresi sederhana antara masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen. Kemudian nilai hasil seleksi akan
diurutkan dalam tabel dimulai dari yang nilai signifikansinya paling kecil.
Tabel.4.Hasil Seleksi Kandidat Variabel
Independen
Subvariabel
|
P value
|
Indikator
sosial lainnya (X7)
|
0,233
|
Pendidikan
(X3)
|
0,123
|
Perumahan
(X5)
|
0,069
|
Pengeluaran
(X2)
|
0,026
|
Pendapatan
(X1)
|
0,006
|
Teknologi
dan informasi (X6)
|
0,003
|
Kesehatan
(X4)
|
0,001
|
Sumber: Data primer yang diolah SPSS 16
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai p
value dari keseluruhan variabel
independen dapat masuk ke uji multivariat karena p valuenya < 0,25. Hal ini sekaligus dapat menjelaskan bahwa indikator-indikator
tingkat kesejahteraan dari BPS tahun 2016 dapat dijadikan alat ukur yang valid
untuk melihat tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati.
Tabel.5.Hasil Uji Regresi
Logistik Ganda
Sumber: Data primer 2017, diolah
SPSS 16
Konstruksi Model
a. Uji
Omnibus (Overall Test)
Berdasarkan tabel 5.15 diatas
diperoleh nilai signifikansi Uji Omnibus (overall
test) sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai (0,05), artinya pada tingkat kepercayaan 95%
dapat menolak H0 dan meneriman H1 yang menyatakan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antara variable independen
terhadap variable dependen. Berdasarkan interpretasi diatas, dapat diketahui
bahwa variable pendapatan (X1), pengeluaran (X2),
pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5),
pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial
lainnya (X7) secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat
kesejahteraan buruh (Y). Hal ini juga menggambarkan bahwa indikator
kesejahteraan masyarakat yang digunakan oleh BPS 2016 adalah valid dan dapat
digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai
Pinang Lagati.
b. Pengujian
Hosmer Lemeshow
Pengujian Hosmer Lemeshow digunaka untukmenguji kesesuaian model (goodness of fit), atau dengan kata lain
untuk menguji apakah model yang digunakan sudah sesuai
dengan data mepiris atau tidak. Hipotesis nol pada pengujian ini adalah “model
telah cukup menjelaskan data (fit)”
dengan kriteria uji menolak hipotesis nol jika nilai probabilitas lebih kecil
atau sama dengan taraf signifikansi yang telah ditetapkan (p value < 0,05). Dari hasil pengujian
model regresi logistik ganda dengan tujuh variabel independen yaitu pendapatan,
pengeluaran, pendidikan, kesehatan, perumahan, pemahaman teknologi dan
informasi, serta indikator sosial lainnya, dan variabel dependen adalah tingkat
kesejahteraan buruh musiman di dapat nilai probabilitas Hosmer Lemeshow 0,865, artinya H0 diterima atau dengan
kata lain dengan tingkat keyakinan 95% dapat diyakini bahwa model regresi logistik
ganda yang digunakan telah cukup menjelaskan data (fit).
Dari tabel.5. dapat dilihat bahwa
terdapat nilai Overall Percentage
sebesar 94,3% yang artinya tingkat
ketepatan klasifikasi model regresi logistik ganda yang terakhir sebesar 94,3%.
Uji Koefisien Determinasi
Koefisien nilai determinasi (Pseudo R Square) digunakan untuk melihat
besarnya pengaruh variabel bebas (pendapatan, pengeluaran, pendidikan,
kesehatan, perumahan, pemanfaatan teknologi dan informasi, dan indikator sosial
lainnya) terhadap variabel terikat (tingkat kesejahteraan). Dalam penelitian
ini, koefisien nilai determinasi dapat dilihat dari nilai Nagelkerke R Square. Berdasarkan tabel 5.15 diatas diperoleh nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,878 yang
berarti bahwa ketujuh variabel independen (pendapatan (X1),
pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4),
perumahan (X5), pemahaman terhadap teknologi dan informasi (X6),
dan indikator sosial lainnya (X7)) mampu memberikan kontribusi
terhadap tingkat kesejahteraan buruh musiman sebesar 87,8% dan sisanya 12,2%
dijelaskan oleh faktor lain atau indikator lain yang tidak dibahas dalam
penelitian ini.
Odds Ratio
Besarnya pengaruh antara variabel
independen dan variabel dependen ditunjukkan dengan nilai EXP (B) atau disebut
juga ODDS RATIO (OR). Odds Ratio sama artinya dengan
probabilitas atau kecenderungan. Pada penelitian ini menggunakan pengujian yang
dilakukan dengan tingkat kepercayaan 5% ( = 0,05). Berikut adalah rasio kecenderungan
pengaruh antara variabel pendapatan (X1), pengeluaran (X2),
pendidikan (X3), kesehatan (X4), perumahan (X5),
pemahaman terhadap teknologi dan informasi (X6), dan indikator
sosial lainnya (X7) terhadap tingkat kesejahteraan buruh musiman
(Y). Berdasarkan hasil pengujian pada tabel.5. dapat di interpretasikan Odds Ratio sebagai berikut:
1.
Jika
pendapatan bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh
musiman menjadi 8,029 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat
pendapatan buruh maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
2.
Jika
pengeluaran bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh
musiman menjadi 13,488 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat
pengeluaran buruh maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
3.
Jika
pendidikan bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh
musiman menjadi 8,418 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat
pendidikan buruh maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
4.
Jika
kesehatan bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh
musiman menjadi 67,388 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat
kesehatan buruh maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
5.
Jika
perumahan bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh
musiman menjadi 16,828 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin baik kondisi
perumahan buruh maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
6.
Jika
pemahaman terhadap teknologi dan informasi bertambah 1 maka kecenderungan
pengaruh tingkat kesejahteraan buruh musiman menjadi 36.283 kali lipat. Atau
dengan kata lain semakin tinggi tingkat pemahaman buruh terhadap teknologi dan
informasi maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
7.
Jika
indikator sosial lainnya bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat
kesejahteraan buruh musiman menjadi 10,734 kali lipat. Atau dengan kata lain
semakin tinggi tingkat pencapaian buruh terhadap indikator sosial lainnya maka
tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
Berdasarkan interpretasi diatas, dapat diketahui bahwa masing-masing
variable independen yaitu pendapatan (X1), pengeluaran (X2),
pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5),
pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial
lainnya (X7) memiliki kecenderungan pengaruh terhadap tingkat
kesejahteraan buruh (Y).
Uji Wald (Uji Parsial)
Uji Wald digunakan untuk mengetahui
apakah masing-masing variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel terikat. Uji Wald dalam penelitian ini dilakukakan
dengan bantuan program SPSS 16 dengan hipotesis sebagai berikut:
H0: Variabel bebas tidak mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap
variabel
terikat.
H1: Variabel bebas mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap variabel
terikat.
dengan ketentuan pengambilan
keputusan jika nilai p value < maka H0 ditolak dan H1
diterima, atau dengan kata lain variabel bebas mempunyai pengaruh yang
signifikan secara parsial terhadap variabel terikat.
Berdasarkan
tabel.5. diperoleh hasil analisa berikut ini:
1.
Uji
Wald antara variabel pendapatan (X1) dengan kesejahteraan buruh (Y)
menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X1) yaitu 0,019 < = 0,05 yang artinya bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pendapatan (X1)
terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa
tingkat pendapatan buruh mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial
terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
2.
Uji
Wald antara variabel pengeluaran (X2) dengan kesejahteraan buruh (Y)
menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X2) yaitu 0,012 < = 0,05 yang artinya bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pengeluaran (X2)
terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa
tingkat pengeluaran buruh mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial
terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
3.
Uji
Wald antara variabel pendidikan (X3) dengan kesejahteraan buruh (Y)
menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X3) yaitu 0,022 < = 0,05 yang artinya bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pendidikan (X3)
terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa
tingkat pendidikan buruh mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial
terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
4.
Uji
Wald antara variabel kesehatan (X4) dengan kesejahteraan buruh (Y)
menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X4) yaitu 0,006 < = 0,05 yang artinya bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kesehatan (X4)
terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa
tingkat kesehatan buruh mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial
terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
5.
Uji
Wald antara variabel kondisi perumahan (X5) dengan kesejahteraan
buruh (Y) menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X5) yaitu 0,023 <
= 0,05 yang artinya bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kondisi perumahan (X5)
terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa
kondisi perumahan buruh mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial
terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
6.
Uji
Wald antara variabel pemahaman terhadap teknologi dan informasi (X6)
dengan kesejahteraan buruh (Y) menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X6)
yaitu 0,022 < = 0,05 yang artinya bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pemahaman terhadap teknologi
dan informasi (X6) terhadap
kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan bahwa H0
ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa pemahaman buruh terhadap
teknologi dan informasi mempunyai
pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
7.
Uji
Wald antara variabel indikator sosial lainnya (X7) dengan
kesejahteraan buruh (Y) menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X7)
yaitu 0,010 < = 0,05 yang artinya bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel indikator sosial lainnya (X7)
terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa
indikator sosial lainnya yang dikuasai buruh mempunyai pengaruh yang signifikan
secara parsial terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
Dari keseluruhan hasil uji Wald
diatas, dapat disimpulkan bahwa secara parsial, masing-masing indikator
kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik tahun 2016 yang digunakan sebagai alat
ukur tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati memiliki
pengaruh yang signifikan, hal ini dapat dilihat dari perbandingan nilai
signifikansi uji Wald yang lebih kecil dari nilai (0,05) pada tabel 5.15.
Pengujian Maksimum -2 Log Likelihood (Uji Pengaruh Simultan)
Pada analisis regresi logistik
ganda, untuk mengetahui pengaruh secara simultan atau pengaruh secara
bersama-sama antara variabel independen terhadap variabel dependen dapat
dilihat dari nilai Chi-Square dari
selisih antara -2 Log Likelihood
sebelum variabel independen masuk model dan -2
Log Likelihood setelah variabel independen masuk model. Berdasarkan pada
table.5. di dapat bahwa nilai Chi-Square hitung
sebesar 37,616 dengan nilai probabilitas signifikansi 0,000. Perbandingan
antara Chi-Square hitung (37,616)
yang lebih besar dari nilai Chi-Square tabel
(12,592) dan nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil
dari nilai (0,05) yang artinya hipotesis nol ditolak dan
dapat menerima H1bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara
simultan antara variabel independen (pendapatan (X1), pengeluaran (X2),
pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5),
pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial
lainnya (X7)) terhadap variabel dependen yaitu tingkat kesejahteraan
buruh (Y).
Persamaan Regresi Logistik
Persamaan regresi mengekspresikan
hubungan logis antara variabel terikat dan dua atau lebih variabel bebas. Berdasarkan
tabel 5.15. didapatkan persamaan logistik sebagai berikut:
In (p/(1-p) =
-4,425 + 0,888 (X1) + 1,033 (X2) + 0,927 (X3)
+ 1,537 (X4) + 1,241(X5) + 1,572 (X6) + 0,919
(X7)
Dari persamaan
diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
1.
Nilai
konstanta sebesar -4,425 (negatif) yang artinya apabila kesejahteraan buruh
tidak memperhatikan pendapatan (X1), pengeluaran (X2),
pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5),
pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial
lainnya (X7) maka tingkat kesejahteraan buruh akan tetap sebesar
-4,425. Atau dengan kata lain, jika pendapatan (X1), pengeluaran (X2),
pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5),
pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial
lainnya (X7) nilainya adalah 0 (nol), maka tingkat kesejahteraan (Y)
nilainya adalah -4,425.
2.
Koefisien
regresi variabel pendapatan (X1) sebesar 0,888 yang artinya jika
variabel bebas lainnya dianggap konstan dan pendapatan mengalami kenaikan 1%,
maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,888. Koefisien
bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara pendapatan dan
tingkat kesejahteraan, semakin tinggi pendapatan maka akan semakin tinggi
tingkat kesejahteraan.
3.
Koefisien
regresi variabel pengeluaran (X2) sebesar 1,033 yang artinya jika
variabel bebas lainnya dianggap konstan dan pengeluaran mengalami kenaikan 1%,
maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 1,033. Koefisien
bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara pengeluaran dan
tingkat kesejahteraan, semakin tinggi pengeluaran maka akan semakin tinggi
tingkat kesejahteraan.
4.
Koefisien
regresi variabel pendidikan (X3) sebesar 0,927 yang artinya jika
variabel bebas lainnya dianggap konstan dan pendidikan mengalami kenaikan 1%,
maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,927. Koefisien
bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara pendidikan dan
tingkat kesejahteraan, semakin tinggi pendidikan maka akan semakin tinggi tingkat
kesejahteraan.
5.
Koefisien
regresi variabel kesehatan (X4) sebesar 1,537 yang artinya jika
variabel bebas lainnya dianggap konstan dan kesehatan mengalami kenaikan 1%,
maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 1,537. Koefisien
bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara kesehatan dan tingkat
kesejahteraan, semakin tinggi tingkat kesehatan maka akan semakin tinggi
tingkat kesejahteraan.
6.
Koefisien
regresi variabel perumahan (X5) sebesar 1,241 yang artinya jika
variabel bebas lainnya dianggap konstan dan kondisi perumahan mengalami
kenaikan 1%, maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar
1,241. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara
kondisi perumahan dan tingkat kesejahteraan, semakin baik kondisi perumahan
maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan.
7.
Koefisien
regresi variabel pemanfaatan teknologi dan informasi (X6) sebesar
1,572 yang artinya bahwa jika variabel bebas lainnya dianggap konstan dan
pemanfaatan teknologi dan informasi mengalami kenaikan 1%, maka tingkat
kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 1,572. Koefisien bernilai
positif, artinya terjadi pengaruh positif antara pemanfaatan teknologi dan
informasi terhadap tingkat kesejahteraan, semakin tinggi pemanfaatan teknologi
dan informasi maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan.
8.
Koefisien
regresi variabel indikator sosial lainnya (X7) sebesar 0,919 yang
artinya jika variabel bebas lainnya dianggap konstan dan indikator sosial
lainnya mengalami kenaikan 1%, maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami
kenaikan sebesar 0,919. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi pengaruh
positif antara indikator sosial lainnya dan tingkat kesejahteraan, semakin
tinggi indikator sosial lainnya maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan.
Berdasarkan interpretasi diatas,
dapat diketahui bahwa variabel independen yaitu pendapatan (X1),
pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4),
kondisi perumahan (X5), pemanfaatan teknologi dan informasi (X6),
serta indikator sosial lainnya (X7) berpengaruh positif terhadap
variabel dependen yaitu tingkat kesejahteraan buruh (Y), artinya jika variabel
independen semakin ditingkatkan maka tingkat kesejahteraan juga akan mengalami
peningkatan. Hal ini juga menggambarkan bahwa kesejahteraan buruh musiman di
Desa Sungai Pinang Lagati dapat dianalisis dengan menggunakan
indikator-indikator kesejahteraan dari BPS tahun 2016.
Pembahasan
Populasi dalam penelitian ini adalah
buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati yang bekerja di perusahaan
perkebunan tebu PTPN VII Cinta Manis. PTPN VII Cinta Manis merupakan perusahaan
yang memproduksi gula tebu untuk kebutuhan masyarakat sekitar wilayah Ogan Ilir
dan Sumatera Selatan. PTPN VII ini memiliki perkebuanan tebu yang tersebar di beberapa
wilayah daerah Kabupaten Ogan Ilir, salah satunya yaitu di Cinta Manis. Untuk
menebang tebu dengan jumlah yang tidak sedikit tersebut tentunya membutuhkan
tanaga kerja dalam jumlah yang banyak.
Desa Sungai Pinang Lagati, yang
sebagian besar penduduknya memiliki pekerjaan utama sebagai petani padi. Selagi
menunggu musim menanam padi ataupun musim panen, para petani mencari alternatif
sumber pendapatan lain untuk menopang hidup keluarganya, salah satunya dengan
bekerja sebagai buruh musiman pada perusahaan perkebunan tebu PTPN VII unit
Cinta Manis. Keberadaan perkebunan tebu tersebut diharapkan mampu memberikan
perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat buruh musiman seperti yang
dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan, bahwa perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman
tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai,
mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewuudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Masyarakat dikatakan sejahtera
apabila masyarakat tersebut dapat memenuhi kebutuhan dasarkan seperti yang
dikemukakan kementrian koordinator kesejahteraan rakyat (dalam Kanah, 2015)
sejahtera yaitu suatu kondisi masyarakat yang terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Kebutuhan dasar tersebut dapat berupa kecukupan dan mutu sandang, pangan,
papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya
seperti lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman.
Stiglitz, (dalam Sugiarto, 2007) menyatakan bahwa untuk mendifinisikan kesejahteraan, harus
menggunakan rumusan multidimensi yang meliputi standar hidup material
(pendapatan, konsumsi, dan kekayaan), kesehatan, pendidikan, aktivitas individu
termasuk bekerja, suara politik dan tata pemerintahan, hubungan dan kekerabatan
sosial, lingkungan hidup (kondisi masa
kini dan masa depan), dan ketidaknyamanan, baik yang bersifat ekonomi maupun
fisik. Semua dimensi tersebut menunjukkan kualitas hidup masyarakat dan untuk
mengukurnya diperlakukan data objektif dan subjektif.
Untuk mengukur kesejahteraan dalam
penelitian ini yaitu dengan menggunkan indikator kesejahteraan rakyat dari
standar Badan Pusat Statistik tahun 2016. Definisi kesejahteraan adalah suatu
kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut
dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup (BPS, 2016). Terdapat tujuh
indikator kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik tahun 2016 yaitu meliputi
pendapatan, pengeluaran, kesehatan, pendidikan, kondisi perumahan, kemampuan
memanfaatkan teknologi dan informasi serta indikator sosial lainnya.
Buruh musiman bekerja selama enam
hari dalam seminggu, yakni dari hari senin hingga sabtu. Mereka bekerja sebagai
penebang tebu yang diberi upah mingguan dengan besaran upah Rp.1.100,- per ikat
tebu, dimana dalam satu ikat tebu berisi sekitar ± 20 batang tebu. Upah yang
mereka peroleh tergantung dari banyaknya ikat tebu yang mampu mereka kumpulkan.
Akan tetapi upah tersebut terkadang tidak dibayarkan sepenuhnya oleh pihak
perusahaan kepada para pekerjaa. Dalam waktu enam hari kerja, tak jarang upah
mereka tidak dibayar untuk satu hari kerja dan baru akan dibayar pada saat minggu
berikutnya. Melihat upah buruh yang tidak begitu tinggi dan sistem pengupahan
yang kurang sehat tersebut membuat buruh musiman sulit untuk dapat memenuhi
kebutuhan sehari-harinya. Sehingga untuk memenuhi keperluan yang kurang, mereka
terpaksa harus berhutang kepada sanak saudara dan juga berhutang ke
warung-warung. Hal ini dapat berdampak pada rendahnya kesejahteraan keluarga
buruh musiman.
Berdasarkan hasil pengujian dan
analisa data pada tabel.5. menghasilkan suatu kesimpulan bahwa setiap variabel X
pada uji Wald memiliki pengaruh secara parsial yang signifikan terhadap
variabel Y yang dilihat dari nilai probabilitas signifikansi masing-masing
variabel yang < 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yaitu terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel bebas (pendapatan, pengeluaran,
kesehatan, pendidikan, perumahan, pemanfaatan teknologi dan informasi serta
indikator sosial lainnya) terhadap variabel terikat (tingkat kesejahteraan).
Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Todaro, 1997 (dalam Fahmi:2006)
bahwa sebagian besar masyarakat di negara berkembang mempunyai standar hidup (levels of living) yang rendah. Standar
hidup yang rendah ini dimanifestasikan dalam bentuk jumlah pendapatan uang yang
sedikit, perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan
yang minim, angka kematian bayi yang tinggi, angka harapan hidup yang relatif
singkat dan peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang rendah. Artinya jika
variabel pendapatan, pengeluaran, kesehatan, pendidikan dan perumahan buruh
berada dalam kategori yang sedang atau bahkan rendah, maka standar hidup keluarga buruh tersebut
juga rendah.
Pendapatan Buruh Musiman Masih Tergolong Rendah
Indikator pertama yang menjadi alat
ukur kesejahteraan menurut BPS adala tingkat pendapatan. Jika pendapatan buruh
rendah, maka kemampuan buruh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari juga
akan terbatas. Seperti yang diungkapkan oleh Adisasmita (2013) bahwa pendapatan
mencerminkan standar hidup rill
masyarakat. Standar hidup rill
masyarakat menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat, maka dapat dikatakan
bahwa pendapatan merupakan kriteria tingkat kesejahteraan masyarakat.
Pendapatan buruh yang minim menyebabkan terbatasnya pengeluaran untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari Mereka hanya dapat memenuhi kebutuhan yang benar-benar
mendesak, seperti keperluan pangan. Bahkan ketika sebagian besar buruh yang notabane adalah petani padi, saat musim
menanam padi ataupun musim panen belum tiba, mereka hanya mengandalkan
pendapatan dari menebang tebu. Sehingga, upah yang mereka peroleh tersebut
harus cukup untuk biaya pengeluaran kebutuhan hidup kelurganya sehari-hari.
Kalaupun upah tersebut masih belum bisa memenuhi semua kebutuhan mereka,
biasanya mereka berhutang ke warung dengan jaminan upah yang akan didapatkannya
di kemudian hari setelah ia bekerja menebang tebu. Pembayaran upah ini biasanya
dilakukan setiap satu kali dalam seminggu. Hal ini selaras dengan yang
diungkapkan Soekartawi (1987) bahwa perubahan tingkat pendapatan akan
mempengaruhi banyaknya barang yang akan dikonsumsi, pada tingkat pendapatan
rumah tangga yang rendah, maka pengeluaran rumah tangganya lebih besar dari
pendapatannya. Hal ini berartipengeluaran konsumsi bukan hanya dibiayai oleh
pendapatan mereka saja, tetapi juga dari sumber lain seperti tabungan yang
dimiliki, penjualan harta benda, atau dari pinjaman. Semakin tinggi tingkat
pendapatannya maka konsumsi yang dilakukan rumah tangga akan semakin besar
pula.
Pengeluaran yang Tak Terbendung
Indikator kedua yaitu pengeluaran
buruh, dalam hal ini mencakup semua pengeluaran atas pembelian barang dan jasa
yang tujuannya untuk konsumsi. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang
lebih besar untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang
berpenghasilan rendah. Seperti yang dijelaskan oleh BPS Provinsi Sumatera
Selatan tahun 2016, bahwa semakin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, akan
semakin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah
tangga. Begitupun yang diungkapkan oleh Sunarti (2006) bahwa tingkat
kesejahteraan dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan ril dari pengeluaran perkapita yaitu
peningkatan nominal pengeluaran lebih
tinggi dari tingkat inflansi pada periode yang sama.
Kebutuhan hidup sehari-hari buruh
yang tidak dapat dibendung seringkali membuat mereka melakukan berbagai cara
untuk dapat memenuhinya. Kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan pokok yang
sangat mendesak dan harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sembako dan bahan
pangan dasar seperti beras dan lauk pauk sehari-hari, sehingga untuk dapat
bertahan hidup mereka seringkali berhutang ke tetangga, sanak saudara, bahkan
ke warung-warung, baik berupa uang maupun barang-barang kebutuhan yang mereka
perlukan. Rendahnya tingkat pendapatan buruh menyebabkan mereka tidak dapat
memenuhi pengeluarannya yang begitu banyak. Walau bagaimanapun, pendapatan
buruh sangat berpengaruh terhadap kemampuan buruh dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Tanpa Ijazah Pendidikan, Buruh Hanya Menjual Tenaga
Indikator ketiga yaitu pendidikan.
Pendidikan berfungsi menyiapkan salah satu input dalam proses produksi, yaitu
tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif dengan kualitasnya. Seperti
yang dijelaskan oleh Mulyadi (2003) bahwa pendidikan merupakan salah satu
bentuk investasi dalam sumber daya manusia yang selanjutnya akan mendorong
peningkatan output yang diharapkan
bermuara pada kesejahteraan. Melalui pendidikan, seseorang dapat memiliki bekal
kompetensi dan keterampilan yang dapat menjadi modal utama baginya dalam
menghadapi persaingan yang ada, khususnya di pasar tenaga kerja. Berdasarkan
hasil analisa data yang telah dilakukan sebelumnya yang menyatakan bahwa
tingkat pendidikan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati ini paling tinggi
adalah tamat sekolah dasar dan sisanya tidak tamat sekolah dasar.
Minimnya pendidikan buruh merupakan
salah satu penyebab kesejahteraan buruh tidak dapat meningkat. Karena mereka
tidak memiliki bekal kompetensi dan keahlian dibidang pendidikan untuk dapat
bersaing dalam memperoleh pekerjaan yang layak, sehingga untuk memperoleh
pendapatan mereka hanya bisa menjual tenaganya yakni salah satunya dengan
menjadi buruh musiman seperti yang sedang mereka jalani saat ini. Pekerjaan
sebagai buruh musiman ini tidak membutuhkan ijazah pendidikan tinggi karena
disini yang menjadi sumber utama pendapatan buruh adalah tenaganya. Kekuatan
tenaga dan kemampuan buruh menghasilkan tiap ikat tebu lah yang akan menetukan
besarnya pendapatan buruh dan kesejahteraan buruh.
Jika Sakit, Buruh Tidak Dapat Bekerja
Kesehatan merupakan salah satu
faktor yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan. Kondisi
kesehatan buruh yang buruk juga memiliki pengaruh terhadap kesejahteraanya,
karena saat buruh berada dalam kondisi yang kurang sehat maka mereka cenderung
tidak bisa bekerja secara produktif. Pemerintah telah menyediakan jaminan
sosial kesehatan secara gratis bagi masyarakat dengan kondisi ekonomi menengah
kebawah. Namun pada kenyataannya hanya sebagian saja dari buruh ini yang
mempunyai jaminan sosial tersebut. Itupun jika digunakan untuk berobat harus
melalui proses yang berbelit-belit. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu
responden MS (41) pada 21 Januari 2018, bahwa:
“Mun nak beubat makai kartu jaminan kesehatan tu
lame bae, tobo kak ni wang miskin, beubat dak pacak mayo mun biaya e dak
tejangkau, jadi cak dipersulit, bebelit-belit nian, harus muat surat pengantar
segale macam lah”
“Kalau
berobat menggunakan kartu jaminan sosial kesehatan bakalan lama diprosesnya,
karena kita ini kan masyarakat miskin, berobat tidak bayar kalau biayanya tidak
terjangkau, jadi seperti dipersulit dibagian administrasi dan berbelit-belit
harus punya surat pengantar dari mana-mana”
Sulitnya buruh dalam memperoleh pelayanan
kesehatan dengan menggunakan kartu jaminan kesehatan tersebut menjadi salah
satu penyebab buruh malas untuk berobat dengan menggunakan jaminan sosial
gratis. Sebagian dari mereka kadang lebih memilih untuk berobat secara
tradisional dibandingkan harus berobat di instansi kesehatan seperti puskesmas
atau rumah sakit, karena mereka tidak punya banyak biaya untuk itu.
Tempat Tinggal Buruh yang Kurang Layak
|
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, sebagian besar rumah tempat tinggal buruh masih tergolong
dalam kategori cukup layak huni, yakni sebesar 65,7% rumah buruh yang berada
dalam kondisi yang cukup baik. akan tetapi, masih ada juga kondisi tempat
tinggal buruh yang tidak layak huni, bahkan rumah yang mereka tempati tersebut
kondisinya sudah tidak kuat dan hampir roboh. Seperti yang dapat dilihat pada
gambar 5.1. dibawah ini. Menurut keterangan responden yang merupakan pemilik
rumah, rumah tersebut ia tempati bersama suami dan seorang anaknya yang masih
bersekolah kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rumah tersebut merupakan satu-satunya
tempat tinggal yang mereka miliki sebagai tempat berlindung dan berteduh dari
hujan dan panasnya terik matahari. Rumah tersebut hanya berdinding dan
berlantaikan papan seadanya dengan atap berupa daun godong yang sudah mulai
rusak.
Minimnya Pemahaman dan Pemanfaatan Teknologi
Informasi
Indikator keenam dalam melihat
tingkat kesejahteraan ialah pemanfaatan teknologi dan informasi. Buruh yang
seharian bekerja dilahan perkebunan tebu memang tidak memiliki waktu lebih
untuk dapat mengaplikasikan teknologi dan informasi secara maksimal, belum lagi
pengetahuan mereka terhadap teknologi sekarang ini masih sangat minim, sehingga
tidak banyak orang yang mengetahui dan mampu mengaplikasikan teknologi dengan
maksimal. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian, pemahaman buruh akan
tekologi masih tergolong dalam kategori sedang, mereka belum maksimal dalam
memanfaatkan teknologi dan informasi yang ada saat ini. Seperti yang
diungkapkan oleh salah satu responden Z (50) pada Januari 2018, bahwa:
“Kalu Hp dak pulek ngerti, paling cuma pacak nelpon
kanti ngangkat telpon. Itu jugek cuma untuk nelpon anak tulah yang jauh-jauh.
Mun nak sms dak pulek ngerti igek lah tue ikak ni”
“Kalau untuk menggunakan handphone tidak terlalu
paham, biasanya hanya sebatas untuk menelpon atau menerima telepon saja. Itupun
hanya digunakan untuk menghubungi anak-anak yang jauh. Kalau untuk mengirim
pesan singkat (sms) tidak terlalu ngerti karena faktor usia yang sudah tua”
Intensitas penggunaan teknologi
informasi oleh buruh musiman ini memang tidak sering, selain itu juga tidak
semua buruh memiliki dan mampu menguasai teknologi terkini. Dalam kesehariannya
pun, mereka tidak banyak beraktifitas dengan menggunakan teknologi. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa mereka bekrja seharian di lahan
perkebunan tebu sehingga tidak punya waktu untuk mempelajari teknologi dan
informasi terkini. Buruh dalam menggunakan teknologi informasi hanya sebatas
sebagai alat komunikasi untuk saling bertanya kabar kepada anak-anak, sanak dan
saudara mereka yang tinggal berjauhan dengan mereka. Selebihnya dari itu,
pemahaman mereka terhadap teknologi masih minim. Untuk mengakses informasi
mereka hanya mengandalkan informasi dari berita-berita di televise, itupun
kalau mereka sempat untuk melihat tayangan televise, karena saat malam hari
biasanya buruh memanfaatkan waktu luangnya untuk beristirahat karena penat
seharian bekerja dan untuk mempersiapkan tenaga lagi untuk bekerja esok
harinya.
Buruh Penerima Bantuan Sosial
Indikator kesejahteraan yang
terakhir yaitu indikator sosial lainnya, seperti kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan hiburan, kepemilikan terhadap Kartu Perlindungan Sosial
(KPS)/Kartu Keluarga Sejahtera, rumah tangga penerima bantuan sosial beras
murah/Raskin, dan anak mendapat Bantuan Siswa Miskin (BSM) disekolah.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai indikator sosial yang menyatakan
bahwa sebagian besar buruh menerima bantuan sosial berupa Raskin dan juga
jaminan sosial kesehatan gratis dari pemerintah. Anak-anak mereka yang
bersekolah juga mendapat bantuan biaya pendidikan dari pemerintah di
sekolahnya. Hal ini di dasarkan karena
rata-rata buruh yang ada di Desa Sungai Pinang Lagati ini memang
tergolong masyarakat kurang mampu. Dengan demikian, wajar mereka untuk mendapat
berbagai bantuan sosial tersebut, hal ini juga menggambarkan bahwa tingkat
kesejahteraan mereka tidaklah tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
analisis yang telah dilakukan kepada buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati
Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir, untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan buruh musiman serta untuk mengetahui variabel mana sajakah yang
mempunyai kecenderungan pengaruh pada kesejahteraan buruh musiman. Dalam
penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah variabel pendapatan (X1),
pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5),
pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial lainnya (X7)
sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah kesejahteraan buruh (Y).
Berdasarkan pada penghitungan scoring
& one sample t-test serta
analisis regresi logistik berganda, dapat diketahui:
1. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai Thitung sebesar 17,333 dan Ttabel
2,03452 dengan taraf signifikansi 0,000 yang artinya nilai Thitung ≥
Ttabel dan taraf signifikansi ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dimana H1
menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang
Lagati adalah rendah, hal ini sesuai hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati termasuk dalam
kategori sangat rendah dengan persentase sebesar 68.57% berdasarkan
penghitungan dari 7 indikator kesejahteraan dari BPS yang telah dianalisis
menggunakan software SPSS 16.
2. Berdasarkan
pengujian hipotesis kedua, diperoleh kesimpulan bahwa baik secara simultan
ataupun parsial, terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pendapatan
(X1), pengeluaran (X2), pendidikan (X3),
kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5), pemanfaatan
teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial lainnya (X7).
Hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima
berdasarkan hasil pengujian secara simultan dan uji Wald (uji parsial) pada
tingkat kepercayaan 95% dan diperoleh nilai probabilitas signifikansi
masing-masing hasil pengujian yang < 0,05.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian tingkat
kesejahteraan buruh musiman di Desa
Sungai Pinang Lagati Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir,
peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya
buruh musiman yang mempunyai anak berusia sekolah harus menyekolahkan anaknya
hingga perguruan tinggi karena dengan pendidikan yang tinggi, akan mempermudah
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak untuk memutus rantai kemiskinan, selain
itu pendidikan yang tinggi juga dapat mengangkat status sosial orang tua dalam
masyarakat.
2. Sebaiknya
buruh musiman, selain bekerja sebagai buruh musiman penebang tebu harus
memiliki pekerjaan tambahan lainnya seperti beternak unggas ata memiliki
kebun-kebun kecil seperti kebun pisang, dan menanam umbi-umbian agar dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau hasilnya dapat dijual untuk
menambah pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga.
3. Pemerintah
atau dinas terkait sebaiknya mengadakan pelatihan kerja kepada masyarakat Desa
Sungai Pinang Lagati agar mereka memiliki skill yang bisa dimanfaatkan dalam
memperoleh pekerjaan yang lebih layak
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Adisasmita,
Rahardjo. 2013. Teori- Teori Pembangunan Ekonomi (Pertumbuhan Ekonomi dan
Pertumbuhan Wilayah). Yogyakarta:
Graha Ilmu
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rienika Cipta.
Asiki, Zainal
dkk.2008. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: Rajawali Pers.
Badan Pusat
Statistik. 2016. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2016. Jakarta: BPS.
Badan Pusat
Statistik. 2016. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2016. Jakarta:BPS.
Bintarto. 1989. Inertaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Bungin, Burhan.
2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Komunikasi,
Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta
Ilmu- Ilmu Sosial Lainnya.
Jakarta: Kencana.
Creswell, John
W. 2003. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,dan
Mixed. Pustaka Pelajar.
Husni, Lalu.
2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia. Jakarta:Rajawali Pers.
Janie, Arum
Nirmala Dyah. 2012. Statistik Deskriptif dan Regresi Linier Berganda Dengan SPSS. Semarang:
Semarang University Press
Kuswantoro,
Agung. 2012. Pendidikan Administrasi Perkantoran Berbasis Teknologi Informasi Komputer. Semarang: Salemba Infotek.
Mulyadi, S.
2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia (Dalam Perspektif Pembangunan).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Nasikun. 2007. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: PT. TiaraWacana.
Republik
Indonesia. 1997. Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Kesejahteraan Buruh. Sekretaris Negara. Jakarta
Republik
Indonesia. 2003. Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sekretaris Negara. Jakarta.
Republik
Indonesia. 2004. Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Sekretaris Negara. Jakarta.
Republik
Indonesia. 2007. Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Sekretaris Negara. Jakarta.
Republik
Indonesia. 2008. Undang- Undang Tentang Kesejahteraan Sosial.Sekretaris Negara. Jakarta
Republik
Indonesia. 2014. Undang- Undang Dasar 1945. Sekretaris Negara. Jakarta
Ritzer, George.
2012. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai
Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Santoso, Urip.
2014. Hukum Perumahan. Prenada Media. Jakarta.
Scott, J, C.
1976. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara.
Jakarta: LP3ES
Singarimbun,
Masri dan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Pustaka LP3ES
Soekartawi.1987.
Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Rajawali Pers
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Sungai Pinang.
2017. Monografi Desa Sungai Pinang Lagati. Tidak diterbitkan
Todaro, Michael
P. 1997. Pembangunan
Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga
Usman, Husaini
dan Punomo Setiady Akbar. 2008.
Metodologi Penelitian Sosial.
Bandung: Bumi Aksara.
Bandung: Bumi Aksara.
Yudhohusodo, S.
2001. Rumah Untuk Seluruh Rakyat. Jakarta: Yayasan Padamu Negeri
Sumber web:
Agus, Dede.
2014. Perkembangan Pengaturan Aminan Sosial Tenaga Kerja Dalam Rangka Perlindungan Hukum Buruh/Pekerja. Fiat Justisian Jurnal Ilmu Hukum. VIII. (I). 53-68.
Agustine,
Michele dan I. G. K. Ariawan. 2013. Pemberlakuan
UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota)Terhadap
Kesejahteraan Pekerja/Buruh. diakses
tanggal 03 Agustus 2017.
Anonim. 2016. Upah Minimum Regional (UMR)/Upah
Minimum Provisi Sumatera Selatan tahun 2017. Republika.co.id, diakses pada 21 Agustus 2017
Claudia, Muller.
2006. Fakttor-Faktor yang
Mempengaruhi Perempuan Pengusaha
dalam Mendirikan dan
Mengembangkan Usahanya di Provinsi
NAD. Banda Aceh: Naskah Publikasi
Danhartani, Eka
Radiah, dan Usamah Hanafie.
2012. Tingkat Kesejahteraan Buruh Tani Tanaman
Pangan di Kecamatan Aluh-Aluh
Kabupaten Banjar. Jurnal
Agribisnis Pedesaan. II. (III).193-204.
http://www.portalgaruda.org. diakses
tanggal 03 Agustus 2017
Elmanora, dkk.
2012. Kesejahteraan Keluarga Petani Kayu Manis. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. V. (I). 58-66. Http://www.portalgaruda.org. (diakses tanggal 21 Agustus 2017)
Fahmi, Ali.
2006. Faktor Pendidikan dan Kesehatan Berpengaruh Terhadap Kemiskinan di Provinsi Jambi. Jurnal Development
(89-121). Http://www.portalgaruda.org.
(diakses tanggal 11 Februari 2018)
Hidayat, Anwar.
2017. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Dengan Ms Excel.
Http://www.statistikian.com/cate gory/excel/amp. (Diakses Tanggal 27 Desember 2017)
Kanah, dkk.
(2015). Tingkat Kesejahteraan Buruh Sadap Karet PTPN VIII Wangunreja di Kecamatan Dawuan
Kabupaten Subang. Jurnal Pendidikan Geografi. XV.II.27-37. http://www.portalgaruda.org. diakses tanggal 03 Agustus 2017
Laksono, Arif.
2016. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Buruh
Usaha Sarung Tenun ATBM di Desa
Wanarejan Utara Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang.
Lubis, Citra
A.B.E. 2014. Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan Pekerja dan Pengeluaran Pendidikan Terhadap Pertumbunhan Ekonomi. Jurnal Economia, X. (II). 187-193
Muhson, Ali.
2006. Teknik Analisis Kuantitatif. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Muna, Faizul.
2009. Strategi Penyediaan Tempat Tinggal Bagi
Buruh Industri di Kawasan Industri
Bergas Kabupaten Semarang.
Semarang: Universitas
Diponegoro. Tidak Diterbitkan.
Munir. 2012. Konsep dan Aplikasi Teknologi Informasi Dalam Meningkatkan
Literasi Komputer dan
Informasi. Bandung: UPI. Naskah
Publikasi
Pertiwi, Pitma.
2015. Analisis Faktor- Faktor Yang Memperngaruhi Pendapatan Tenega Kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: UNY. Tidak Diterbitkan
Praja, D.N.A.H,
dkk. 2015. Kajian Tingkat Kesejahteraan Buruh Penambang
Pasir Serayu di Desa Kaliori Kecamatan Kalibogor Kabupaten Banyumas. Geoedukasi. IV. (II). 70-75.
http://www.portalgaruda.org. diakses
tanggal 03 Agustus 2017
Putra, Zahreza
Fajar Setiara, dkk. 2014. Analisis Kualitas Layanan Website BTKP-DIY Menggunakan Metode Webqual 4.0.
JARKOM. II. (I). 174-184. http://www.portalgaruda.org. Diakses tanggal 03 September 2017
Sawidack, M,
dkk. 1985. Analisis Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Petani Transmigrasi di Delta Upang Sumatera Selatan. Tesis. Bogor. Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Http://www.portalgaruda.org. (diakses tanggal 21 Agustus 2017)
Sugiarto, Eddy.
2007. Teori Kesejahteraan Sosial Ekonomi dan
Pengukurannya. Jurnal Eksekutif Volume IV, No II. Http://Www.Portalgaruda.Org. Diakses Tanggal 18 April 2018
Sugiharto, Eko.
2007. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan
Desa Benua Baru Ilir Berdasarkan
Indikator Badan Pusat
Statistik. EPP. IV. (II). 32- 36.
Http://www.portalgaruda.org. Diakses
tanggal 26 Juni 2017
Sunarti, Euis.
2006. Indikator Keluarga Sejahtera: Sejarah Pengembangan, Evaluasi, dan
Keberlanjutannya. Naskah Akademik,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor
Sutrisno,
Luerentius B.R. 2015. Jenis dan Kriteria Fasilitas Kesejahteraan Untuk Pekerja/Buruh
Dalam Pasal 100 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Malang: tidak diterbitkan.
Wahyuni, Ribut
N.T. dan Anugerah K.M. 2016. Pengaruh Pendidikan
Terhadap Ketimpangan Pendapatan Tenaga Kerja di Indonesia. Jurnal Kependudukan Indonesia. XI. (I). 15-28.
Zalmi. 2015. Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan di Wilayah Sasak Ranah Pasisia Kabupaten Pasaman Barat. E-Jurnal Apresiasi Ekonomi. III. (II). 101-105.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar