Kamis, 30 Agustus 2018

TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH MUSIMAN DI DESA SUNGAI PINANG LAGATI KECAMATAN SUNGAI PINANG KABUPATEN OGAN ILIR

TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH MUSIMAN DI DESA SUNGAI PINANG LAGATI KECAMATAN SUNGAI PINANG
KABUPATEN OGAN ILIR

Indah Maharani1, Yunindyawati2, Rudy Kurniawan2
¹Mahasiswa S1 Sosiologi FISIP Universitas Sriwijaya
²Dosen Sosiologi FISIP Universitas Sriwijaya
Jl. Palembang-Prabumulih KM. 32 Indralaya (OI) Sumatera Selatan

Ringkasan
Buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati yang bekerja di perkebunan tebu PTPN VII Cinta Manis mendapatkan upah yang dibayar mingguan. Upah yang diperoleh tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga yang terus meningkat. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi tingkat kesejahteraan buruh musiman yang diukur berdasarkan indikator BPS tahun 2016. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh antara pendapatan, pengeluaran, pendidikan, kesehatan, kondisi perumahan, pemanfaatan teknologi dan informasi serta indikator sosial lainnya terhadap tingkat kesejahteraan buruh musiman. Metode yang digunakan yaitu kuantitatif eksplanatif. Populasi dalam penelitian adalah seluruh buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati yang bekerja di perkebunan tebu PTPN VII Cinta Manis yang berjumlah 35 orang. Sampel penelitian adalah 35 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas yang meliputi tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kondisi perumahan, pemanfaatan teknologi dan informasi serta indikator sosial lainnya, variabel terikatnya yaitu kesejahteraan buruh musiman. Analisis data menggunakan persentase dan skoring serta analisis regresi logistik berganda. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan  bahwa kesejahteraan buruh musiman di  Desa Sungai Pinang Lagati 68.57% adalah sangat rendah, serta terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan nilai probabilitas signifikasi tertinggi yaitu 0,010 pada variabel X7 (indikator sosial lainnya), sedangkan nilai probabilitas signifikansi  terendah adalah 0,023 pada variabel X5 (perumahan).
Kata Kunci: Kesejahteraan, Buruh Musiman, Badan Pusat Statistik (BPS).

Summary
The seasonal labour in Sungai Pinang Lagati , who work for sugar cane PTPN VII Cinta Manis plantation were getting paid weekly. The wages payment is not enough to sufficient the needs of their family which increased gradually every time. The purpose of this study was to identify the seasonal level of welfare of workers as measured by the 2016 BPS indicators. Also was to determine the influence between income, cost, education, health degree, living condition, tecnology and informatical usage, and the other of sosial indicator on welfare levels seasonal labour. The methods of this research is  quantitative explaination. The population of this research is all of seasonal labor in Sungai Pinang Lagati who was working in PTPN VII Cinta Manis plantation that amounts to 35 people. Sample of this research is  35 people. The technic of sampling were taken as total sampling. The variable of this research consisting of independent variable include; income and cost level, education, health degree, living condition, technology and informatical usage, also the other social indicator, the dependent variable is about seasonal labour welfare. Analysis of data, using percentage and scoring, followed by multiple linear regression analysis. From the results of this study it can be concluded that the welfare of seasonal workers in Sungai Pinang Lagati is 68.57% in verry lowwer level, and there is a positive and significant influence between independent variables and dependent variable with the highest signification probability value is 0,010 in variable X7 (other social indicators), while the lowest probability value of significance is 0.023 on variable X5 (housing).
Keywords: Welfare, Seasonal Labour, Central Statistic Agency (BPS)




PENDAHULUAN
            Indonesia sebagai negara yang memiliki cita-cita mulia dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya seperti yang terkandung dan menjadi amanat dalam UUD 1945 yaitu “... dan  untuk memajukan  kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia...” dengan demikian negara memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Walaupun dalam prakteknya negara belum bisa sepenuhnya mewujudkan amanat tersebut terutama terkait permasalahan yang dihadapi kaum pekerja/buruh seperti kesejahteraan buruh.
            Kesejahteraan dapat dikatakan sebagai suatu kondisi ketika seluruh kebutuhan manusia terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan hidup manusia mulai dari kebutuhan yang bersifat paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui dalam kehidupan masyarakat. kesejahteraan menurut Nasikun (2007) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empat indikator yaitu: (1) rasa aman (security), (2) kesejahteraan (welfare), (3) kebebasan (freedom), dan (4) jati diri (identity). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial tahun 2008 pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa, “Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.
            Ekonom Italia, Vilvredo Pareto, telah menspesifikasikan suatu kondisi atau syarat terciptanya alokasi sumberdaya secara efisien atau optimal, yang kemudian terkenal dengan istilah syarat atau kondisi Pareto (Pareto Condition). Kondisi Pareto adalah suatu alokasi barang sedemikian rupa, sehingga bila dibandingkan dengan alokasi lainnya, alokasi tersebut takkan merugikan pihak manapun dan salah satu pihak pasti diuntungkan. Atas kondisi Pareto juga didefinisikan sebagai suatu situasi dimana sebagian atau semua pihak/individu takkan mungkin lagi diuntungkan oleh pertukaran sukarela.
berdasarkan kondisi pareto inilah
            Teori kesejahteraan secara umum dapat diklasifikasi menjadi tiga macam, yakni classical utilitarian, neoclassical welfare theory dan new contractarian approach (Albert dan Hahnel, dalam Sugiarto 2007):
a.         Pendekatan classical utilitarian menekankan bahwa kesenangan atau kepuasan seseorang dapat diukur dan bertambah. Prinsip bagi individu adalah meningkatkan sebanyak mungkin tingkat kesejahteraannya, sedangkan bagi masyarakat peningkatan kesejahteraan kelompoknya merupakan prinsip yang dipegang dalam kehidupannya.
b.        Pendekatan neoclassical welfare theory menjelaskan bahwa fungsi kesejahteraan merupakan fungsi dari semua kepuasan individu.
Pendekatan new contractarian approach yang mengangkat adanya kebebasan maksimum dalam hidup individu atau seseorang. Hal yang paling ditekankan dalam pendekatan new contractarian approach ini adalah individu akan memaksimalkan kebebasannya untuk mengejar konsep mereka tentang barang dan jasa tanpa adanya campur tangan.
            Untuk memantau tingkat kesejahteraan masyarakat dalam satu periode tertentu, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Susenas bertujuan memperoleh informasi berupa kondisi ekonomi masyarakat sebagai dasar untuk memperoleh indikator kesejahteraan. Pada tahun 2016, terdapat tujuh indikator kesejahteraan yang diperoleh dari informasi Susenas. Tujuh indikator kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik tahun 2016 tersebut adalah sebagai berikut:
            Tingkat pendapatan, dapat dilihat dari jumlah pendapatan dari pekerjaan utama, jumlah pendapatan dari pekerjaan sampingan, jumlah pendapatan anggota keluarga lainnya.
            Tingkat pengeluaran, dapat dilihat dari pengeluaran rutin keluarga sehari-hari dan pengeluaran rutin keluarga perbulan.
Tingkat pendidikan, dapat dilihat dari pendidikan pra sekolah, pendidikan tertinggi yang ditamatkan, jalur pendidikan yang ditempuh (formal atau informal), kemampuan membaca dan menulis latin.
Tingkat kesehatan, dapat dilihat dari anggota keluarga menderita sakit selama sebulan terakhir, anggota keluarga berobat ke praktek dokter/bidan, puskesmas, atau rumah sakit terdekat, serta kepemilikan jaminan kesehatan.
Perumahan, dilihat dari status kepemilikan bangunan, luas lantai bangunan, jenis atap bangunan, jenis dinding bangunan, kepemilikan fasilitas tempat tinggal, MCK, akses air minum layak dan bersih.
            Pemanfaatan teknologi dan informasi, dapat dilihat dari anggota keluarga memiliki/menguasai telepon seluler/handphone, dapat menggunakan komputer dan mengakses internet.
Lain-lain, meliputi anggota keluarga mampu melakukan perjalanan/bepergian, keluarga miskin mendapat bantuan sosial beras murah/raskin, anak mendapat Bantuan Siswa Miskin (BSM), anggota keluarga memiliki Kartu Perlindungan Sosial (KPS)/Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
            Desa Sungai Pinang Lagati merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir. Di kabupaten Ogan Ilir ini terdapat sebuah perusahaan perkebunan tebu yang terletak di daerah Cinta Manis yakni PT Perkebunan Nusantara VII. Perusahaan ini aktif memproduksi gula untuk memenuhi permintaan pasar. PT Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis membuka peluang besar bagi masyarakat disekitar wilayah Ogan Ilir khususnya pada saat musim tebang tebu. Tenaga kerja buruh banyak diserap dari berbagai daerah termasuk dari Desa Sungai Pinang Lagati. Dari jumlah keseluruhan penduduk yaitu 1.999 jiwa (dalam buku monografi desa Sungai Pinang Lagati, 2017), mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani padi sawah lebak yaitu sebanyak 978 jiwa, sisanya bekerja sebagai buruh tani, peternak, pedagang, tukang cukur, buruh bangunan, sopir, tukang ojek, dan sebanyak 856 jiwa penduduk di desa ini tidak bekerja/pengangguran.
            Berdasarkan penjelasan tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir yang bekerja di PTPN VII unit Cinta Manis dengan menggunakan alat ukur dari Badan Pusat Statistik tahun 2016.

METODE
            Format penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksplanasi dengan menggunakan metode kuantitatif. Penelitian eksplanasi ini dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan hubungan, perbedaan atau pengaruh satu variabel dengan variabel yang lainnya (Bungin, 2010:38). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, berupa data-data kuantitatif atau berbentuk angka. Dalam penelitian ini digunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Penelitian ini dilakukan di Desa Sungai Pinang Lagati Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir.
            Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati yaitu berjumlah 35 orang. Kemudian untuk menentukan sampel penelitian digunakan teknik sampling yaitu total sampling (sampe jenuh). Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2010). Alasan mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2010) jumlah populasi yang kurang dari 100, maka seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
            Pembahasan mengenai karakteristik responden ini meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, jumlah tanggungan, dan pekerjaaan tetap. Karakteristik responden dianalisa dengan menggunakan frequency analysis yang diolah menggunakan software SPSS 16. Berikut ini adalah hasil analisa data karakteristik responden berdasarkan kategori usia, jenis kelamin, pendidikan, jumlah tanggungan, dan pekerjaaan tetap.

Tabel.1. Karakteristik Responden
No.
Karakteristik Responden
F
(%)
1.
Usia
25 sd 34
4
11.4
35 sd 44
13
37.1
45 sd 54
15
42.9
55 sd 64
3
8.6





2.
Jenis Kelamin
Laki-laki
16
45.7
Perempuan
19
54.3





3.
Pendidikan
Tidak Tamat SD
9
25.7
Tamat SD
26
74.3





4.
Jumlah Tanggungan
< 2
1
2.9
2 s/d 4
24
68.6
4 s/d 6
10
28.6





5.
Pekerjaan Tetap
Pengangguran
5
14.3
Pekebun
2
5.7
Petani
27
77.1
Pedagang
1
2.9

Distribusi Kesejahteraan Buruh Musiman
            Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada responden, maka diperoleh distribusi kesejahteraan buruh musiman yang telah dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah sebagai berikut.
Tabel.2. Distribusi Kesejahteraan Buruh Musiman
Kriteria
Skor
F
(%)
Sangat
    0 – 115
24
68,57
Rendah
116 – 229
11
31,43
Sedang
230 – 343
-
-
Tinggi
344 – 457
-
-
Sangat Tinggi
458 – 570
-
-
Total

35
100
Sumber: Data primer yang diolah oleh SPSS 16
            Hasil analisis data pada tabel diatas menunjukkan bahwa buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati sebanyak 24 orang memiliki tingkat kesejahteraan sangat rendah, dan 11 orang lainnya memiliki kesejahetaraan rendah. Hal ini diperoleh melalui pengukuran dari 7 indikator yang disajikan BPS untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu keluarga. Dalam penelitian ini yang diukur tingkat kesejahteraannya bukan hanya seorang individu buruh musiman, akan tetapi buruh beserta keluarganya, sehingga diperoleh data berupa hasil pengukuran tingkat kesejahteraan keluarga buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati seperti dalam tabel diatas. Pengkategorian kesejahteraan buruh yang termasuk dalam kriteria rendah dan sedang tersebut disebabkan karena para buruh yang mayoritas adalah petani dengan pendapatannya tidak menentu pertahunnya dan mereka memiliki pengeluaran rutin yang tidak dapat dihindari  dalam tiap bulan dan setiap harinya maka mereka memilih untuk bekerja sebagai buruh musiman untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya dengan cara menambah pendapatan dari pekerjaan sampingannya, mereka bekerja sebagai buruh demi untuk bertahan untuk hidup, untuk memenuhi kebutuhan pangan agar dapat menyambung hidup. Kemudian, kesejahteraan tersebut tidak hanya dilihat dari indikator pendapatan namun juga dilihat dari tingkat pengeluaran, pendidikan, kesehatan, kondisi perumahan, pemanfaatan teknologi dan informasi serta indikator sosial lainnya.
Pengujian Hipotesis Pertama
            Dari hasil analisa data yang telah dilakukan melalui program SPSS 16, maka untuk menentukan penerimaan ataupun penolakan terhadap hipotesis diatas dapat dilihat pada hasil uji one sample t-test sebagai berikut:
Tabel.3. Hasil Uji Hipotesis One Sample t-test
Kategori
Nilai
Sangat Rendah
0 – 115  
Rendah
116 – 229
Sedang
230 – 343
Tinggi
344 – 457
Sangat Tinggi
458 – 570


T hitung
T tabel
Signifikansi
17,333
2,03452
0,000
Sumber: Data primer yang diolah SPSS 16
            Dari data diatas dapat dilihat bahwa nilai Thitung sebesar 17,333 dan Ttabel 2,03452 dengan taraf signifikansi 0,000 yang artinya nilai Thitung ≥ Ttabel dan taraf signifikansi ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dimana H1 menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati adalah rendah, hal ini sesuai hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati termasuk dalam kategori sangat rendah dengan persentase sebesar 68.57% berdasarkan penghitungan dari 7 indikator kesejahteraan dari BPS yang telah dianalisis menggunakan software SPSS 16. Selain itu, hasil penelitian ini juga relevan dengan yang dilakukan Kanah (2015) dan Danhartani (2012) yang menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan buruh adalah rendah yang disebabkan oleh berbagai indikator terutama seperti yang telah dirangkum oleh BPS 2016.

Pengujian Hipotesis Kedua
            Hipotesis yang ke-dua dalam penelitian ini ialah adanya pengaruh antara variabel bebas (pendapatan, pengeluaran, pendidikan, kesehatan, perumahan, pemanfaatan teknologi dan informasi, serta indikator sosial lainnya) terhadap variabel respon yaitu tingkat kesejahteraan. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui kecenderungan pengaruh antara variabel bebas dan variabel respon tersebut ialah analisis regresi logistik berganda dengan menggunakan software SPSS 16. Berikut adalah hasil analisis regresi logistik berganda yang menggambarkan kecenderungan pengaruh antarvariabel tersebut.

Hasil Analisis Regresi Logistik Berganda
            Analisis regresi logistik berganda digunakan untuk mengetahui kecenderungan pengaruh antara lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel respon baik secara parsial maupun secara simultan. Metode analisis regresi logistik merupakan suatu model persamaan yang digunakan untuk menganalisis data baik kontinyu maupun kategorik, dengan variabel respon berbentuk biner atau dua kategori dan variabel bebasnya bersifat kontinyu atau kategorik (Kuswantoro, 2012). Variabel respon yang digunakan dalam analisis regresi logistik biner merupakan variabel 0 dan 1 yang merupakan variabel yang mengikuti distribusi bernoulli. Berikut adalah hasil analisis regresi logistik berganda dengan menggunakan software SPSS 16 yang bertujuan untuk mengetahui kecenderungan pengaruh antara pendapatan, pengeluaran, pendidikan, kesehatan, perumahan, pemanfaatan teknologi dan informasi serta indikator sosial lainnya terhadap tingkat kesejahteraan buruh musiman.
            Langkah pertama yang akan dilakukan sebelum masuk ke uji regresi logistik berganda yaitu melakukan seleksi kandidat untuk mengetahui intervensi variabel independen mana saja yang layak masuk model uji multivariate. Dimana yang layak adalah yang memiliki tingkat signifikansi (sig.) atau p value < 0,25 dengan metode “enter” dalam regresi logistik sederhana, yaitu dengan melakukan satu per satu regresi sederhana antara masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Kemudian nilai hasil seleksi akan diurutkan dalam tabel dimulai dari yang nilai signifikansinya paling kecil.

Tabel.4.Hasil Seleksi Kandidat Variabel Independen
Subvariabel
P value
Indikator sosial lainnya (X7)
0,233
Pendidikan (X3)
0,123
Perumahan (X5)
0,069
Pengeluaran (X2)
0,026
Pendapatan (X1)
0,006
Teknologi dan informasi (X6)
0,003
Kesehatan (X4)
0,001
Sumber: Data primer yang diolah SPSS 16
            Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai p value dari keseluruhan variabel independen dapat masuk ke uji multivariat karena p valuenya < 0,25. Hal ini sekaligus dapat menjelaskan bahwa indikator-indikator tingkat kesejahteraan dari BPS tahun 2016 dapat dijadikan alat ukur yang valid untuk melihat tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati.
Tabel.5.Hasil Uji Regresi Logistik Ganda
 
















Sumber: Data primer 2017, diolah SPSS 16

Konstruksi Model
a.         Uji Omnibus (Overall Test)
            Berdasarkan tabel 5.15 diatas diperoleh nilai signifikansi Uji Omnibus (overall test) sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai  (0,05), artinya pada tingkat kepercayaan 95% dapat menolak H0 dan meneriman H1 yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antara variable independen terhadap variable dependen. Berdasarkan interpretasi diatas, dapat diketahui bahwa variable pendapatan (X1), pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5), pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial lainnya (X7) secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan buruh (Y). Hal ini juga menggambarkan bahwa indikator kesejahteraan masyarakat yang digunakan oleh BPS 2016 adalah valid dan dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati.

b.         Pengujian Hosmer Lemeshow
            Pengujian Hosmer Lemeshow digunaka untukmenguji kesesuaian model (goodness of fit), atau dengan kata lain untuk menguji apakah model yang digunakan sudah sesuai dengan data mepiris atau tidak. Hipotesis nol pada pengujian ini adalah “model telah cukup menjelaskan data (fit)” dengan kriteria uji menolak hipotesis nol jika nilai probabilitas lebih kecil atau sama dengan taraf signifikansi yang telah ditetapkan (p value < 0,05). Dari hasil pengujian model regresi logistik ganda dengan tujuh variabel independen yaitu pendapatan, pengeluaran, pendidikan, kesehatan, perumahan, pemahaman teknologi dan informasi, serta indikator sosial lainnya, dan variabel dependen adalah tingkat kesejahteraan buruh musiman di dapat nilai probabilitas Hosmer Lemeshow 0,865, artinya H0 diterima atau dengan kata lain dengan tingkat keyakinan 95% dapat diyakini bahwa model regresi logistik ganda yang digunakan telah cukup menjelaskan data (fit).
            Dari tabel.5. dapat dilihat bahwa terdapat nilai Overall Percentage sebesar 94,3%  yang artinya tingkat ketepatan klasifikasi model regresi logistik ganda yang terakhir sebesar 94,3%.

Uji Koefisien Determinasi
            Koefisien nilai determinasi (Pseudo R Square) digunakan untuk melihat besarnya pengaruh variabel bebas (pendapatan, pengeluaran, pendidikan, kesehatan, perumahan, pemanfaatan teknologi dan informasi, dan indikator sosial lainnya) terhadap variabel terikat (tingkat kesejahteraan). Dalam penelitian ini, koefisien nilai determinasi dapat dilihat dari nilai Nagelkerke R Square. Berdasarkan tabel 5.15 diatas diperoleh nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,878 yang berarti bahwa ketujuh variabel independen (pendapatan (X1), pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4), perumahan (X5), pemahaman terhadap teknologi dan informasi (X6), dan indikator sosial lainnya (X7)) mampu memberikan kontribusi terhadap tingkat kesejahteraan buruh musiman sebesar 87,8% dan sisanya 12,2% dijelaskan oleh faktor lain atau indikator lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Odds Ratio
            Besarnya pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen ditunjukkan dengan nilai EXP (B) atau disebut juga ODDS RATIO (OR).         Odds Ratio sama artinya dengan probabilitas atau kecenderungan. Pada penelitian ini menggunakan pengujian yang dilakukan dengan tingkat kepercayaan 5% ( = 0,05). Berikut adalah rasio kecenderungan pengaruh antara variabel pendapatan (X1), pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4), perumahan (X5), pemahaman terhadap teknologi dan informasi (X6), dan indikator sosial lainnya (X7) terhadap tingkat kesejahteraan buruh musiman (Y). Berdasarkan hasil pengujian pada tabel.5. dapat di interpretasikan Odds Ratio sebagai berikut:
1.      Jika pendapatan bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh musiman menjadi 8,029 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendapatan buruh maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
2.      Jika pengeluaran bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh musiman menjadi 13,488 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat pengeluaran buruh maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
3.      Jika pendidikan bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh musiman menjadi 8,418 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendidikan buruh maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
4.      Jika kesehatan bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh musiman menjadi 67,388 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat kesehatan buruh maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
5.      Jika perumahan bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh musiman menjadi 16,828 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin baik kondisi perumahan buruh maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
6.      Jika pemahaman terhadap teknologi dan informasi bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh musiman menjadi 36.283 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat pemahaman buruh terhadap teknologi dan informasi maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
7.      Jika indikator sosial lainnya bertambah 1 maka kecenderungan pengaruh tingkat kesejahteraan buruh musiman menjadi 10,734 kali lipat. Atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat pencapaian buruh terhadap indikator sosial lainnya maka tingkat kesejahteraan buruh juga akan meningkat.
              Berdasarkan interpretasi diatas, dapat diketahui bahwa masing-masing variable independen yaitu pendapatan (X1), pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5), pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial lainnya (X7) memiliki kecenderungan pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan buruh (Y).

Uji Wald (Uji Parsial)
            Uji Wald digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Uji Wald dalam penelitian ini dilakukakan dengan bantuan program SPSS 16 dengan hipotesis sebagai berikut:
H0: Variabel bebas tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap
variabel terikat.
H1: Variabel bebas mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel
terikat.
            dengan ketentuan pengambilan keputusan jika nilai p value <  maka H0 ditolak dan H1 diterima, atau dengan kata lain variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel terikat.
Berdasarkan tabel.5. diperoleh hasil analisa berikut ini:
1.    Uji Wald antara variabel pendapatan (X1) dengan kesejahteraan buruh (Y) menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X1) yaitu 0,019 <  = 0,05 yang artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pendapatan (X1) terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa tingkat pendapatan buruh mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
2.    Uji Wald antara variabel pengeluaran (X2) dengan kesejahteraan buruh (Y) menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X2) yaitu 0,012 <  = 0,05 yang artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pengeluaran (X2) terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa tingkat pengeluaran buruh mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
3.    Uji Wald antara variabel pendidikan (X3) dengan kesejahteraan buruh (Y) menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X3) yaitu 0,022 <  = 0,05 yang artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pendidikan (X3) terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa tingkat pendidikan buruh mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
4.    Uji Wald antara variabel kesehatan (X4) dengan kesejahteraan buruh (Y) menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X4) yaitu 0,006 <  = 0,05 yang artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kesehatan (X4) terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa tingkat kesehatan buruh mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
5.    Uji Wald antara variabel kondisi perumahan (X5) dengan kesejahteraan buruh (Y) menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X5) yaitu 0,023 <  = 0,05 yang artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kondisi perumahan (X5) terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa kondisi perumahan buruh mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
6.    Uji Wald antara variabel pemahaman terhadap teknologi dan informasi (X6) dengan kesejahteraan buruh (Y) menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X6) yaitu 0,022 <  = 0,05 yang artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pemahaman terhadap teknologi dan informasi (X6)  terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa pemahaman buruh terhadap teknologi dan informasi  mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
7.    Uji Wald antara variabel indikator sosial lainnya (X7) dengan kesejahteraan buruh (Y) menunjukkan bahwa nilai signifikansi (X7) yaitu 0,010 <  = 0,05 yang artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel indikator sosial lainnya (X7) terhadap kesejahteraan buruh (Y), dengan demikian maka pengujian menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa indikator sosial lainnya yang dikuasai buruh mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap tingkat kesejahteraan buruh.
            Dari keseluruhan hasil uji Wald diatas, dapat disimpulkan bahwa secara parsial, masing-masing indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik tahun 2016 yang digunakan sebagai alat ukur tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati memiliki pengaruh yang signifikan, hal ini dapat dilihat dari perbandingan nilai signifikansi uji Wald yang lebih kecil dari nilai  (0,05) pada tabel 5.15.

Pengujian Maksimum -2 Log Likelihood (Uji Pengaruh Simultan)
            Pada analisis regresi logistik ganda, untuk mengetahui pengaruh secara simultan atau pengaruh secara bersama-sama antara variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat dari nilai Chi-Square dari selisih antara -2 Log Likelihood sebelum variabel independen masuk model dan -2 Log Likelihood setelah variabel independen masuk model. Berdasarkan pada table.5. di dapat bahwa nilai Chi-Square hitung sebesar 37,616 dengan nilai probabilitas signifikansi 0,000. Perbandingan antara Chi-Square hitung (37,616) yang lebih besar dari nilai Chi-Square tabel (12,592) dan nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari nilai  (0,05) yang artinya hipotesis nol ditolak dan dapat menerima H1bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara variabel independen (pendapatan (X1), pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5), pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial lainnya (X7)) terhadap variabel dependen yaitu tingkat kesejahteraan buruh (Y).



Persamaan Regresi Logistik
            Persamaan regresi mengekspresikan hubungan logis antara variabel terikat dan dua atau lebih variabel bebas. Berdasarkan tabel 5.15. didapatkan persamaan logistik sebagai berikut:
In (p/(1-p) =    -4,425 + 0,888 (X1) + 1,033 (X2) + 0,927 (X3) + 1,537 (X4) + 1,241(X5) + 1,572 (X6) + 0,919 (X7)

Dari persamaan diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
1.    Nilai konstanta sebesar -4,425 (negatif) yang artinya apabila kesejahteraan buruh tidak memperhatikan pendapatan (X1), pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5), pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial lainnya (X7) maka tingkat kesejahteraan buruh akan tetap sebesar -4,425. Atau dengan kata lain, jika pendapatan (X1), pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5), pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial lainnya (X7) nilainya adalah 0 (nol), maka tingkat kesejahteraan (Y) nilainya adalah -4,425.
2.    Koefisien regresi variabel pendapatan (X1) sebesar 0,888 yang artinya jika variabel bebas lainnya dianggap konstan dan pendapatan mengalami kenaikan 1%, maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,888. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara pendapatan dan tingkat kesejahteraan, semakin tinggi pendapatan maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan.
3.    Koefisien regresi variabel pengeluaran (X2) sebesar 1,033 yang artinya jika variabel bebas lainnya dianggap konstan dan pengeluaran mengalami kenaikan 1%, maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 1,033. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara pengeluaran dan tingkat kesejahteraan, semakin tinggi pengeluaran maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan.
4.    Koefisien regresi variabel pendidikan (X3) sebesar 0,927 yang artinya jika variabel bebas lainnya dianggap konstan dan pendidikan mengalami kenaikan 1%, maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,927. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara pendidikan dan tingkat kesejahteraan, semakin tinggi pendidikan maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan.
5.    Koefisien regresi variabel kesehatan (X4) sebesar 1,537 yang artinya jika variabel bebas lainnya dianggap konstan dan kesehatan mengalami kenaikan 1%, maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 1,537. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara kesehatan dan tingkat kesejahteraan, semakin tinggi tingkat kesehatan maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan.
6.    Koefisien regresi variabel perumahan (X5) sebesar 1,241 yang artinya jika variabel bebas lainnya dianggap konstan dan kondisi perumahan mengalami kenaikan 1%, maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 1,241. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara kondisi perumahan dan tingkat kesejahteraan, semakin baik kondisi perumahan maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan.
7.    Koefisien regresi variabel pemanfaatan teknologi dan informasi (X6) sebesar 1,572 yang artinya bahwa jika variabel bebas lainnya dianggap konstan dan pemanfaatan teknologi dan informasi mengalami kenaikan 1%, maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 1,572. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara pemanfaatan teknologi dan informasi terhadap tingkat kesejahteraan, semakin tinggi pemanfaatan teknologi dan informasi maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan.
8.    Koefisien regresi variabel indikator sosial lainnya (X7) sebesar 0,919 yang artinya jika variabel bebas lainnya dianggap konstan dan indikator sosial lainnya mengalami kenaikan 1%, maka tingkat kesejahteraan (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,919. Koefisien bernilai positif, artinya terjadi pengaruh positif antara indikator sosial lainnya dan tingkat kesejahteraan, semakin tinggi indikator sosial lainnya maka akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan.
            Berdasarkan interpretasi diatas, dapat diketahui bahwa variabel independen yaitu pendapatan (X1), pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5), pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial lainnya (X7) berpengaruh positif terhadap variabel dependen yaitu tingkat kesejahteraan buruh (Y), artinya jika variabel independen semakin ditingkatkan maka tingkat kesejahteraan juga akan mengalami peningkatan. Hal ini juga menggambarkan bahwa kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati dapat dianalisis dengan menggunakan indikator-indikator kesejahteraan dari BPS tahun 2016.

Pembahasan
            Populasi dalam penelitian ini adalah buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati yang bekerja di perusahaan perkebunan tebu PTPN VII Cinta Manis. PTPN VII Cinta Manis merupakan perusahaan yang memproduksi gula tebu untuk kebutuhan masyarakat sekitar wilayah Ogan Ilir dan Sumatera Selatan. PTPN VII ini memiliki perkebuanan tebu yang tersebar di beberapa wilayah daerah Kabupaten Ogan Ilir, salah satunya yaitu di Cinta Manis. Untuk menebang tebu dengan jumlah yang tidak sedikit tersebut tentunya membutuhkan tanaga kerja dalam jumlah yang banyak.
            Desa Sungai Pinang Lagati, yang sebagian besar penduduknya memiliki pekerjaan utama sebagai petani padi. Selagi menunggu musim menanam padi ataupun musim panen, para petani mencari alternatif sumber pendapatan lain untuk menopang hidup keluarganya, salah satunya dengan bekerja sebagai buruh musiman pada perusahaan perkebunan tebu PTPN VII unit Cinta Manis. Keberadaan perkebunan tebu tersebut diharapkan mampu memberikan perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat buruh musiman seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, bahwa perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewuudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
            Masyarakat dikatakan sejahtera apabila masyarakat tersebut dapat memenuhi kebutuhan dasarkan seperti yang dikemukakan kementrian koordinator kesejahteraan rakyat (dalam Kanah, 2015) sejahtera yaitu suatu kondisi masyarakat yang terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut dapat berupa kecukupan dan mutu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya seperti lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman.
            Stiglitz, (dalam Sugiarto, 2007) menyatakan bahwa untuk mendifinisikan kesejahteraan, harus menggunakan rumusan multidimensi yang meliputi standar hidup material (pendapatan, konsumsi, dan kekayaan), kesehatan, pendidikan, aktivitas individu termasuk bekerja, suara politik dan tata pemerintahan, hubungan dan kekerabatan sosial, lingkungan hidup  (kondisi masa kini dan masa depan), dan ketidaknyamanan, baik yang bersifat ekonomi maupun fisik. Semua dimensi tersebut menunjukkan kualitas hidup masyarakat dan untuk mengukurnya diperlakukan data objektif dan subjektif.
            Untuk mengukur kesejahteraan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunkan indikator kesejahteraan rakyat dari standar Badan Pusat Statistik tahun 2016. Definisi kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup (BPS, 2016). Terdapat tujuh indikator kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik tahun 2016 yaitu meliputi pendapatan, pengeluaran, kesehatan, pendidikan, kondisi perumahan, kemampuan memanfaatkan teknologi dan informasi serta indikator sosial lainnya.
            Buruh musiman bekerja selama enam hari dalam seminggu, yakni dari hari senin hingga sabtu. Mereka bekerja sebagai penebang tebu yang diberi upah mingguan dengan besaran upah Rp.1.100,- per ikat tebu, dimana dalam satu ikat tebu berisi sekitar ± 20 batang tebu. Upah yang mereka peroleh tergantung dari banyaknya ikat tebu yang mampu mereka kumpulkan. Akan tetapi upah tersebut terkadang tidak dibayarkan sepenuhnya oleh pihak perusahaan kepada para pekerjaa. Dalam waktu enam hari kerja, tak jarang upah mereka tidak dibayar untuk satu hari kerja dan baru akan dibayar pada saat minggu berikutnya. Melihat upah buruh yang tidak begitu tinggi dan sistem pengupahan yang kurang sehat tersebut membuat buruh musiman sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sehingga untuk memenuhi keperluan yang kurang, mereka terpaksa harus berhutang kepada sanak saudara dan juga berhutang ke warung-warung. Hal ini dapat berdampak pada rendahnya kesejahteraan keluarga buruh musiman.
            Berdasarkan hasil pengujian dan analisa data pada tabel.5. menghasilkan suatu kesimpulan bahwa setiap variabel X pada uji Wald memiliki pengaruh secara parsial yang signifikan terhadap variabel Y yang dilihat dari nilai probabilitas signifikansi masing-masing variabel yang < 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas (pendapatan, pengeluaran, kesehatan, pendidikan, perumahan, pemanfaatan teknologi dan informasi serta indikator sosial lainnya) terhadap variabel terikat (tingkat kesejahteraan). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Todaro, 1997 (dalam Fahmi:2006) bahwa sebagian besar masyarakat di negara berkembang mempunyai standar hidup (levels of living) yang rendah. Standar hidup yang rendah ini dimanifestasikan dalam bentuk jumlah pendapatan uang yang sedikit, perumahan yang kurang layak, kesehatan yang buruk, bekal pendidikan yang minim, angka kematian bayi yang tinggi, angka harapan hidup yang relatif singkat dan peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang rendah. Artinya jika variabel pendapatan, pengeluaran, kesehatan, pendidikan dan perumahan buruh berada dalam kategori yang sedang atau bahkan rendah,  maka standar hidup keluarga buruh tersebut juga rendah.

Pendapatan Buruh Musiman Masih Tergolong Rendah
            Indikator pertama yang menjadi alat ukur kesejahteraan menurut BPS adala tingkat pendapatan. Jika pendapatan buruh rendah, maka kemampuan buruh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari juga akan terbatas. Seperti yang diungkapkan oleh Adisasmita (2013) bahwa pendapatan mencerminkan standar hidup rill masyarakat. Standar hidup rill masyarakat menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa pendapatan merupakan kriteria tingkat kesejahteraan masyarakat. Pendapatan buruh yang minim menyebabkan terbatasnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Mereka hanya dapat memenuhi kebutuhan yang benar-benar mendesak, seperti keperluan pangan. Bahkan ketika sebagian besar buruh yang notabane adalah petani padi, saat musim menanam padi ataupun musim panen belum tiba, mereka hanya mengandalkan pendapatan dari menebang tebu. Sehingga, upah yang mereka peroleh tersebut harus cukup untuk biaya pengeluaran kebutuhan hidup kelurganya sehari-hari. Kalaupun upah tersebut masih belum bisa memenuhi semua kebutuhan mereka, biasanya mereka berhutang ke warung dengan jaminan upah yang akan didapatkannya di kemudian hari setelah ia bekerja menebang tebu. Pembayaran upah ini biasanya dilakukan setiap satu kali dalam seminggu. Hal ini selaras dengan yang diungkapkan Soekartawi (1987) bahwa perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang akan dikonsumsi, pada tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah, maka pengeluaran rumah tangganya lebih besar dari pendapatannya. Hal ini berartipengeluaran konsumsi bukan hanya dibiayai oleh pendapatan mereka saja, tetapi juga dari sumber lain seperti tabungan yang dimiliki, penjualan harta benda, atau dari pinjaman. Semakin tinggi tingkat pendapatannya maka konsumsi yang dilakukan rumah tangga akan semakin besar pula.

Pengeluaran yang Tak Terbendung
            Indikator kedua yaitu pengeluaran buruh, dalam hal ini mencakup semua pengeluaran atas pembelian barang dan jasa yang tujuannya untuk konsumsi. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Seperti yang dijelaskan oleh BPS Provinsi Sumatera Selatan tahun 2016, bahwa semakin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, akan semakin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Begitupun yang diungkapkan oleh Sunarti (2006) bahwa tingkat kesejahteraan dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan ril dari pengeluaran perkapita yaitu peningkatan  nominal pengeluaran lebih tinggi dari tingkat inflansi pada periode yang sama.
            Kebutuhan hidup sehari-hari buruh yang tidak dapat dibendung seringkali membuat mereka melakukan berbagai cara untuk dapat memenuhinya. Kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan pokok yang sangat mendesak dan harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sembako dan bahan pangan dasar seperti beras dan lauk pauk sehari-hari, sehingga untuk dapat bertahan hidup mereka seringkali berhutang ke tetangga, sanak saudara, bahkan ke warung-warung, baik berupa uang maupun barang-barang kebutuhan yang mereka perlukan. Rendahnya tingkat pendapatan buruh menyebabkan mereka tidak dapat memenuhi pengeluarannya yang begitu banyak. Walau bagaimanapun, pendapatan buruh sangat berpengaruh terhadap kemampuan buruh dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tanpa Ijazah Pendidikan, Buruh Hanya Menjual Tenaga
            Indikator ketiga yaitu pendidikan. Pendidikan berfungsi menyiapkan salah satu input dalam proses produksi, yaitu tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif dengan kualitasnya. Seperti yang dijelaskan oleh Mulyadi (2003) bahwa pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumber daya manusia yang selanjutnya akan mendorong peningkatan output yang diharapkan bermuara pada kesejahteraan. Melalui pendidikan, seseorang dapat memiliki bekal kompetensi dan keterampilan yang dapat menjadi modal utama baginya dalam menghadapi persaingan yang ada, khususnya di pasar tenaga kerja. Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan sebelumnya yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati ini paling tinggi adalah tamat sekolah dasar dan sisanya tidak tamat sekolah dasar.
            Minimnya pendidikan buruh merupakan salah satu penyebab kesejahteraan buruh tidak dapat meningkat. Karena mereka tidak memiliki bekal kompetensi dan keahlian dibidang pendidikan untuk dapat bersaing dalam memperoleh pekerjaan yang layak, sehingga untuk memperoleh pendapatan mereka hanya bisa menjual tenaganya yakni salah satunya dengan menjadi buruh musiman seperti yang sedang mereka jalani saat ini. Pekerjaan sebagai buruh musiman ini tidak membutuhkan ijazah pendidikan tinggi karena disini yang menjadi sumber utama pendapatan buruh adalah tenaganya. Kekuatan tenaga dan kemampuan buruh menghasilkan tiap ikat tebu lah yang akan menetukan besarnya pendapatan buruh dan kesejahteraan buruh.

Jika Sakit, Buruh Tidak Dapat Bekerja
            Kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan. Kondisi kesehatan buruh yang buruk juga memiliki pengaruh terhadap kesejahteraanya, karena saat buruh berada dalam kondisi yang kurang sehat maka mereka cenderung tidak bisa bekerja secara produktif. Pemerintah telah menyediakan jaminan sosial kesehatan secara gratis bagi masyarakat dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Namun pada kenyataannya hanya sebagian saja dari buruh ini yang mempunyai jaminan sosial tersebut. Itupun jika digunakan untuk berobat harus melalui proses yang berbelit-belit. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden MS (41) pada 21 Januari 2018, bahwa:
“Mun nak beubat makai kartu jaminan kesehatan tu lame bae, tobo kak ni wang miskin, beubat dak pacak mayo mun biaya e dak tejangkau, jadi cak dipersulit, bebelit-belit nian, harus muat surat pengantar segale macam lah”
 Kalau berobat menggunakan kartu jaminan sosial kesehatan bakalan lama diprosesnya, karena kita ini kan masyarakat miskin, berobat tidak bayar kalau biayanya tidak terjangkau, jadi seperti dipersulit dibagian administrasi dan berbelit-belit harus punya surat pengantar dari mana-mana
            Sulitnya buruh dalam memperoleh pelayanan kesehatan dengan menggunakan kartu jaminan kesehatan tersebut menjadi salah satu penyebab buruh malas untuk berobat dengan menggunakan jaminan sosial gratis. Sebagian dari mereka kadang lebih memilih untuk berobat secara tradisional dibandingkan harus berobat di instansi kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit, karena mereka tidak punya banyak biaya untuk itu.

Tempat Tinggal Buruh yang Kurang Layak
Gambar.1. Kondisi perumahan salah satu responden,
                  gambar diambil pada Januari 2018
 
            Kondisi tempat tinggal/perumahan juga menjadi indikator yang sangat penting jika kita ingin melihat kesejahteraan seseorang. Menurut Yudhohusodo (2001), pada perkembangannya, kebutuhan akan rumah dijadikan salah satu motivasi untuk mengembangkan kehidupan yang lebih baik, dimana rumah yang fungsi utamanya sebagai tempat tinggal bagi penghuninya, juga dijadikan tolak ukur keberadaan status sosial penghuninya baik tingkat kemampuan ekonomi maupun kesejahteraannya.
            Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar rumah tempat tinggal buruh masih tergolong dalam kategori cukup layak huni, yakni sebesar 65,7% rumah buruh yang berada dalam kondisi yang cukup baik. akan tetapi, masih ada juga kondisi tempat tinggal buruh yang tidak layak huni, bahkan rumah yang mereka tempati tersebut kondisinya sudah tidak kuat dan hampir roboh. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 5.1. dibawah ini. Menurut keterangan responden yang merupakan pemilik rumah, rumah tersebut ia tempati bersama suami dan seorang anaknya yang masih bersekolah kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rumah tersebut merupakan satu-satunya tempat tinggal yang mereka miliki sebagai tempat berlindung dan berteduh dari hujan dan panasnya terik matahari. Rumah tersebut hanya berdinding dan berlantaikan papan seadanya dengan atap berupa daun godong yang sudah mulai rusak.




20180102_155937 











Minimnya Pemahaman dan Pemanfaatan Teknologi Informasi
            Indikator keenam dalam melihat tingkat kesejahteraan ialah pemanfaatan teknologi dan informasi. Buruh yang seharian bekerja dilahan perkebunan tebu memang tidak memiliki waktu lebih untuk dapat mengaplikasikan teknologi dan informasi secara maksimal, belum lagi pengetahuan mereka terhadap teknologi sekarang ini masih sangat minim, sehingga tidak banyak orang yang mengetahui dan mampu mengaplikasikan teknologi dengan maksimal. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian, pemahaman buruh akan tekologi masih tergolong dalam kategori sedang, mereka belum maksimal dalam memanfaatkan teknologi dan informasi yang ada saat ini. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden Z (50) pada Januari 2018, bahwa:
“Kalu Hp dak pulek ngerti, paling cuma pacak nelpon kanti ngangkat telpon. Itu jugek cuma untuk nelpon anak tulah yang jauh-jauh. Mun nak sms dak pulek ngerti igek lah tue ikak ni”
“Kalau untuk menggunakan handphone tidak terlalu paham, biasanya hanya sebatas untuk menelpon atau menerima telepon saja. Itupun hanya digunakan untuk menghubungi anak-anak yang jauh. Kalau untuk mengirim pesan singkat (sms) tidak terlalu ngerti karena faktor usia yang sudah tua”
            Intensitas penggunaan teknologi informasi oleh buruh musiman ini memang tidak sering, selain itu juga tidak semua buruh memiliki dan mampu menguasai teknologi terkini. Dalam kesehariannya pun, mereka tidak banyak beraktifitas dengan menggunakan teknologi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa mereka bekrja seharian di lahan perkebunan tebu sehingga tidak punya waktu untuk mempelajari teknologi dan informasi terkini. Buruh dalam menggunakan teknologi informasi hanya sebatas sebagai alat komunikasi untuk saling bertanya kabar kepada anak-anak, sanak dan saudara mereka yang tinggal berjauhan dengan mereka. Selebihnya dari itu, pemahaman mereka terhadap teknologi masih minim. Untuk mengakses informasi mereka hanya mengandalkan informasi dari berita-berita di televise, itupun kalau mereka sempat untuk melihat tayangan televise, karena saat malam hari biasanya buruh memanfaatkan waktu luangnya untuk beristirahat karena penat seharian bekerja dan untuk mempersiapkan tenaga lagi untuk bekerja esok harinya.

Buruh Penerima Bantuan Sosial
            Indikator kesejahteraan yang terakhir yaitu indikator sosial lainnya, seperti kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hiburan, kepemilikan terhadap Kartu Perlindungan Sosial (KPS)/Kartu Keluarga Sejahtera, rumah tangga penerima bantuan sosial beras murah/Raskin, dan anak mendapat Bantuan Siswa Miskin (BSM) disekolah. Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai indikator sosial yang menyatakan bahwa sebagian besar buruh menerima bantuan sosial berupa Raskin dan juga jaminan sosial kesehatan gratis dari pemerintah. Anak-anak mereka yang bersekolah juga mendapat bantuan biaya pendidikan dari pemerintah di sekolahnya. Hal ini di dasarkan karena  rata-rata buruh yang ada di Desa Sungai Pinang Lagati ini memang tergolong masyarakat kurang mampu. Dengan demikian, wajar mereka untuk mendapat berbagai bantuan sosial tersebut, hal ini juga menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan mereka tidaklah tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
            Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan kepada buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir, untuk mengetahui tingkat kesejahteraan buruh musiman serta untuk mengetahui variabel mana sajakah yang mempunyai kecenderungan pengaruh pada kesejahteraan buruh musiman. Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah variabel pendapatan (X1), pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5), pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial lainnya (X7) sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah kesejahteraan buruh (Y). Berdasarkan pada penghitungan scoring & one sample t-test serta analisis regresi logistik berganda, dapat diketahui:
1.    Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Thitung sebesar 17,333 dan Ttabel 2,03452 dengan taraf signifikansi 0,000 yang artinya nilai Thitung ≥ Ttabel dan taraf signifikansi ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dimana H1 menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati adalah rendah, hal ini sesuai hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa Sungai Pinang Lagati termasuk dalam kategori sangat rendah dengan persentase sebesar 68.57% berdasarkan penghitungan dari 7 indikator kesejahteraan dari BPS yang telah dianalisis menggunakan software SPSS 16.  
2.    Berdasarkan pengujian hipotesis kedua, diperoleh kesimpulan bahwa baik secara simultan ataupun parsial, terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pendapatan (X1), pengeluaran (X2), pendidikan (X3), kesehatan (X4), kondisi perumahan (X5), pemanfaatan teknologi dan informasi (X6), serta indikator sosial lainnya (X7). Hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima berdasarkan hasil pengujian secara simultan dan uji Wald (uji parsial) pada tingkat kepercayaan 95% dan diperoleh nilai probabilitas signifikansi masing-masing hasil pengujian yang < 0,05.

Saran
            Berdasarkan hasil penelitian tingkat kesejahteraan buruh musiman di Desa  Sungai Pinang Lagati Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir, peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1.    Sebaiknya buruh musiman yang mempunyai anak berusia sekolah harus menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi karena dengan pendidikan yang tinggi, akan mempermudah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak untuk memutus rantai kemiskinan, selain itu pendidikan yang tinggi juga dapat mengangkat status sosial orang tua dalam masyarakat.
2.    Sebaiknya buruh musiman, selain bekerja sebagai buruh musiman penebang tebu harus memiliki pekerjaan tambahan lainnya seperti beternak unggas ata memiliki kebun-kebun kecil seperti kebun pisang, dan menanam umbi-umbian agar dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau hasilnya dapat dijual untuk menambah pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga.
3.    Pemerintah atau dinas terkait sebaiknya mengadakan pelatihan kerja kepada masyarakat Desa Sungai Pinang Lagati agar mereka memiliki skill yang bisa dimanfaatkan dalam memperoleh pekerjaan yang lebih layak

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:
Adisasmita, Rahardjo. 2013. Teori-    Teori Pembangunan Ekonomi            (Pertumbuhan             Ekonomi          dan Pertumbuhan Wilayah).          Yogyakarta: Graha Ilmu
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur             Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rienika Cipta.
Asiki, Zainal dkk.2008. Dasar-Dasar            Hukum Perburuhan. Jakarta: Rajawali Pers.
Badan Pusat Statistik. 2016. Indikator           Kesejahteraan Rakyat 2016.   Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik             Kesejahteraan Rakyat 2016.   Jakarta:BPS.

Bintarto. 1989. Inertaksi Desa-Kota dan        Permasalahannya. Jakarta:     Ghalia Indonesia.
Bungin, Burhan. 2010. Metode           Penelitian Kuantitatif:             Komunikasi, Ekonomi, dan     Kebijakan Publik Serta Ilmu-      Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Creswell, John W. 2003. Research     Design Pendekatan Kualitatif,            Kuantitatif,dan Mixed. Pustaka             Pelajar.
Husni, Lalu. 2003. Pengantar  Hukum           Ketenagakerjaan Indonesia.   Jakarta:Rajawali Pers.
Janie, Arum Nirmala Dyah. 2012.      Statistik Deskriptif dan Regresi           Linier   Berganda Dengan SPSS.             Semarang: Semarang University         Press
Kuswantoro, Agung. 2012. Pendidikan         Administrasi Perkantoran       Berbasis Teknologi Informasi             Komputer. Semarang: Salemba           Infotek.
Mulyadi, S. 2003. Ekonomi Sumber   Daya Manusia (Dalam           Perspektif        Pembangunan).           Jakarta: PT Raja Grafindo                         Persada
Nasikun. 2007. Urbanisasi dan          Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: PT. TiaraWacana.
Republik Indonesia. 1997. Undang-   Undang Nomor 23 Tahun 1997          tentang Kesejahteraan Buruh.             Sekretaris Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2003. Undang-   Undang Nomor 13 Tahun 2003          tentang Ketenagakerjaan.       Sekretaris Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Undang-   Undang Nomor 18 Tahun 2004          tentang Perkebunan. Sekretaris             Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2007. Undang-   Undang Nomor 22 Tahun 2007          tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.    Sekretaris Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2008. Undang-   Undang Tentang Kesejahteraan         Sosial.Sekretaris Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2014. Undang-   Undang Dasar 1945. Sekretaris         Negara. Jakarta
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi             dari Sosiologi Klasik Sampai
            Perkembangan Terakhir         Postmodern.
Yogyakarta:       Pustaka Pelajar.
Santoso, Urip. 2014. Hukum Perumahan. Prenada Media. Jakarta.
Scott, J, C. 1976. Moral Ekonomi Petani,      Pergolakan dan Subsistensi di            Asia     Tenggara. Jakarta:             LP3ES
Singarimbun, Masri dan Effendi. 1995.         Metode Penelitian Survei.       Jakarta: Pustaka LP3ES
Soekartawi.1987. Prinsip Dasar         Ekonomi Pertanian. Jakarta:   Rajawali Pers
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian    Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.         Bandung:Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian    Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.       Bandung:Alfabeta.

Sungai Pinang. 2017. Monografi Desa           Sungai Pinang Lagati. Tidak diterbitkan
Todaro, Michael P. 1997.        Pembangunan             Ekonomi          di Dunia Ketiga. Jakarta:        Erlangga
Usman, Husaini dan Punomo Setiady            Akbar. 2008. Metodologi        Penelitian Sosial.
            Bandung: Bumi Aksara.
Yudhohusodo, S. 2001. Rumah Untuk           Seluruh Rakyat. Jakarta:          Yayasan Padamu        Negeri

Sumber web:
Agus, Dede. 2014. Perkembangan     Pengaturan Aminan Sosial     Tenaga Kerja Dalam Rangka             Perlindungan Hukum Buruh/Pekerja. Fiat Justisian Jurnal Ilmu Hukum. VIII. (I).             53-68.
Agustine, Michele dan I. G. K. Ariawan.       2013. Pemberlakuan UMK     (Upah Minimum             Kabupaten/Kota)Terhadap     Kesejahteraan Pekerja/Buruh.            diakses tanggal 03 Agustus 2017.
Anonim. 2016. Upah Minimum          Regional (UMR)/Upah            Minimum Provisi Sumatera   Selatan tahun 2017.             Republika.co.id, diakses pada 21       Agustus 2017
Claudia, Muller. 2006. Fakttor-Faktor            yang Mempengaruhi Perempuan         Pengusaha dalam Mendirikan             dan Mengembangkan Usahanya         di Provinsi NAD. Banda Aceh:          Naskah Publikasi
Danhartani, Eka Radiah, dan Usamah            Hanafie. 2012. Tingkat           Kesejahteraan Buruh Tani      Tanaman Pangan di Kecamatan            Aluh-Aluh Kabupaten Banjar.            Jurnal Agribisnis Pedesaan. II.           (III).193-204.     http://www.portalgaruda.org.             diakses tanggal 03 Agustus 2017
Elmanora, dkk. 2012. Kesejahteraan Keluarga Petani Kayu Manis.             Jurnal Ilmu      Keluarga dan Konsumen.  V. (I). 58-66.   Http://www.portalgaruda.org.            (diakses tanggal 21 Agustus   2017)
Fahmi, Ali. 2006. Faktor Pendidikan             dan Kesehatan Berpengaruh Terhadap Kemiskinan di         Provinsi Jambi. Jurnal   Development (89-121).           Http://www.portalgaruda.org.            (diakses tanggal 11 Februari             2018)
Hidayat, Anwar. 2017. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen      Dengan Ms      Excel.             Http://www.statistikian.com/cate       gory/excel/amp. (Diakses        Tanggal 27 Desember 2017)
Kanah, dkk. (2015). Tingkat   Kesejahteraan Buruh Sadap   Karet PTPN VIII         Wangunreja di Kecamatan             Dawuan Kabupaten Subang. Jurnal Pendidikan       Geografi.         XV.II.27-37.            http://www.portalgaruda.org.             diakses tanggal 03       Agustus           2017
Laksono, Arif. 2016. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga           Buruh Usaha Sarung Tenun   ATBM di Desa Wanarejan       Utara Kecamatan Taman       Kabupaten Pemalang.
Lubis, Citra A.B.E. 2014. Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja, Tingkat           Pendidikan Pekerja dan             Pengeluaran Pendidikan         Terhadap Pertumbunhan        Ekonomi. Jurnal Economia, X.           (II). 187-193

Muhson, Ali. 2006. Teknik Analisis    Kuantitatif. Yogyakarta:          Universitas Negeri Yogyakarta
Muna, Faizul. 2009. Strategi   Penyediaan Tempat Tinggal   Bagi Buruh Industri di Kawasan        Industri Bergas Kabupaten       Semarang. Semarang:             Universitas Diponegoro. Tidak           Diterbitkan.
Munir. 2012. Konsep dan Aplikasi      Teknologi Informasi Dalam    Meningkatkan Literasi             Komputer dan Informasi.        Bandung: UPI. Naskah Publikasi
Pertiwi, Pitma. 2015. Analisis Faktor-            Faktor Yang Memperngaruhi             Pendapatan Tenega Kerja di             Daerah Istimewa Yogyakarta.            Yogyakarta: UNY. Tidak       Diterbitkan
Praja, D.N.A.H, dkk. 2015. Kajian    Tingkat Kesejahteraan Buruh             Penambang Pasir Serayu di   Desa Kaliori Kecamatan      Kalibogor Kabupaten Banyumas.       Geoedukasi. IV. (II). 70-75.             http://www.portalgaruda.org.             diakses tanggal            03        Agustus 2017
Putra, Zahreza Fajar Setiara, dkk. 2014.         Analisis Kualitas Layanan      Website BTKP-DIY     Menggunakan Metode Webqual         4.0. JARKOM. II. (I). 174-184.          http://www.portalgaruda.org.             Diakses tanggal 03 September       2017
Sawidack, M, dkk. 1985. Analisis      Tingkat Kesejahteraan Ekonomi         Petani Transmigrasi di Delta Upang Sumatera Selatan. Tesis.         Bogor. Fakultas Pasca Sarjana            Institut Pertanian Bogor.             Http://www.portalgaruda.org.            (diakses tanggal 21 Agustus   2017)

Sugiarto, Eddy. 2007. Teori   Kesejahteraan Sosial Ekonomi           dan Pengukurannya.   Jurnal Eksekutif Volume IV, No II.        Http://Www.Portalgaruda.Org.          Diakses Tanggal 18 April 2018
Sugiharto, Eko. 2007. Tingkat            Kesejahteraan Masyarakat     Nelayan Desa Benua Baru Ilir             Berdasarkan Indikator Badan             Pusat Statistik. EPP. IV. (II). 32-        36. Http://www.portalgaruda.org.             Diakses tanggal 26 Juni 2017
Sunarti, Euis. 2006. Indikator Keluarga         Sejahtera: Sejarah       Pengembangan,          Evaluasi,         dan Keberlanjutannya. Naskah      Akademik, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian     Bogor
Sutrisno, Luerentius B.R. 2015. Jenis            dan Kriteria Fasilitas Kesejahteraan Untuk              Pekerja/Buruh Dalam Pasal 100        Undang-Undang Republik      Indonesia         Nomor 13 Tahun         2003 Tentang Ketenagakerjaan.        Malang: tidak diterbitkan.
Wahyuni, Ribut N.T. dan Anugerah   K.M. 2016. Pengaruh             Pendidikan Terhadap Ketimpangan Pendapatan             Tenaga Kerja di Indonesia.     Jurnal Kependudukan Indonesia.       XI. (I). 15-28.
Zalmi. 2015. Analisis Pendapatan dan           Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan di Wilayah Sasak       Ranah Pasisia Kabupaten      Pasaman Barat. E-Jurnal        Apresiasi Ekonomi. III. (II).   101-105.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar